-Tarakan-
Pengelolaan keuangan Pemkot Tarakan menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), terkait perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dinilai timpang alias tidak balance.
Data hasil audit BPK RI, defisit yang dialami Pemkot Tarakan bukan terjadi di tahun kemarin saja. Sejak 2013, pemerintah Tarakan sudah surplus anggaran hingga ratusan miliar.
Pada 2013, defisit APBD Tarakan mencapai Rp 323 miliar, namun mampu ditutup dengan Sisa Lebih Pendapatan Anggaran (Silpa) 2012 sebesar Rp 859 miliar. Begitu pun 2014 yang defisit Rp 325 miliar, ditutup Silpa 2013 sebesar Rp 531 miliar.
Yang aneh bagi BPK RI, Pemkot Tarakan seolah tak menyadari akan defisit tersebut, dengan merencanakan anggaran belanja yang lebih besar dari pendapatan daerah.
Di APBD 2013, pendapatan pemerintah hanya Rp 1,4 triliun. Jumlah itu jomplang dengan belanja pemerintah yang mencapai 1,7 triliun. Sementara di APBD 2014, pendapatan Tarakan mencapai Rp 1,3 triliun, sementara belanja mencapai Rp 1,6 triliun.
Kesalahan tersebut berlanjut di 2016. Berdasarkan RAPBD yang telah disusun, pendapatan hanya Rp 1,02 triliun, lebih kecil dari biaya belanja mencapai Rp 1,207 triliun.
“Nafsu besar tenaga kurang, keinginannya kuat tapi kalau enggak ada pendapatan bahaya juga,” ujar Kepala Perwakilan BPK RI Kaltara, Ade Iwan Ruswana kepada sejumlah media, Senin (12/1).
Sampai-sampai, BPK mencurigai adanya intervensi dari pihak lain. “Bagaimana mekanisme perencanaan anggaran? Apa betul-betul di bawah kendali pemkot atau ada intervensi, sehingga di luar kendali pemkot?” imbuhnya.
Harusnya, menurut Ade, pendapatan harus imbang dengan belanja daerah. Jika pendapatan digunakan menutupi defisit, setidaknya biaya belanja dikurangi agar tidak menyisakan utang di tahun anggaran berikutnya.
Sumber Berita: http://bulungan.prokal.co | 13 Januari 2016