Koran Kaltara, 17 Januari 2022
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Utara, merilis profil kemiskinan periode September 2021, Senin (17/1/2022). Koordinator Fungsi Statistik Sosial pada BPS Kaltara, Basran menjelaskan, jumlah penduduk miskin di Kaltara pada periode tersebut mencapai 49.490 orang. Secara persentase, tingkat kemiskinan di Kaltara berada di angka 6,83 persen.
Secara umum, jumlah penduduk miskin secara absolut berkurang 3.400 orang jika dibandingkan periode Maret 2021 sebanyak 54.860 orang. Sementara kondisi tingkat kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0,53 poin.
Lanjut dia, penurunan penduduk miskin terjadi secara merata di area perdesaan dan perkotaan, baik secara hitungan absolut maupun persentase. Pada September 2021, jumlah penduduk miskin di perdesaan berkurang 1.300 orang. Atau dari 26.910 orang menjadi 25.610 orang.
Lanjut dia, jumlah penurunan di wilayah perkotaan terdata lebih banyak, yakni mencapai 2.100 jiwa. Angka ini menurun dari sebelumnya 25.960 orang di Maret 2021 menjadi 23.880 orang di September kemarin.
“Secara persentase juga mengalami penurunan. Di daerah perdesaan turun dari 9,82 persen menjadi 9,31 persen. Kemudian di daerah perkotaan turun dari 5,85 persen menjadi 5,32 persen,” kata Basran.
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui jika masih ada ketimpangan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan dan perkotaan. Dimana jumlahnya masih lebih tinggi di wilayah perdesaan. Kondisi ini terus berulang dari periode sebelumnya.
“Pola sama terjadi dengan kondisi Maret 2021, dimana jumlah penduduk miskin di desa lebih tinggi dibandingkan di kota,” ulasnya.
Ia menjabarkan, pendataan penduduk miskin yang dilakukan BPS berpatokan pada indikator Garis Kemiskinan. Dimana penduduk yang kemampuan pengeluaran finansialnya di bawah indikator Garis Kemiskinan, otomatis dikategorikan penduduk miskin.
Nominal rupiah Garis Kemiskinan yang terdata di September 2021 adalah sebesar Rp730.342 per bulan. Terjadi kenaikan cukup tinggi mendekati Rp20 ribu jika dibandingkan Garis Kemiskinan Maret 2021 sebesar Rp710.994. Ini menandakan adanya kenaikan dari kebutuhan konsumsi masyarakat, baik untuk kategori makanan dan non makanan.
Basran menuturkan, garis kemiskinan di Kaltara masih didominasi untuk memenuhi kebutuhan makanan. Kemudian baru disusul oleh kebutuhan non-makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
“Pada September 2021, garis kemiskinan untuk makanan berkontribusi sebesar 72,75 persen. Sedangkan untuk non-makanan 27,25 persen,” jelasnya.
BPS juga merinci klasifikasi garis kemiskinan di daerah perkotaan dan di perdesaan. Basran mengungkapkan jika nominal di perkotaan lebih besar, yakni dengan perbandingan Rp761.840 dengan Rp684.582.
“Hal ini menggambarkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup di daerah perkotaan lebih mahal dibandingkan dengan daerah perdesaan,” ungkapnya.
Lebih detail, ada lima komoditas makanan yang dinilai mempunyai andil terbesar membentuk garis kemiskinan. Komoditas ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Dimana pemerintah harus optimal menjaga stabilitas harga di pasaran. Karena kenaikan harga yang terjadi akan berpengaruh terhadap peningkatan garis kemiskinan. Imbasnya bisa berdampak pada semakin banyak warga yang jatuh di jurang kemiskinan.
Lima komoditas makanan yang dominan menyumbang garis kemiskinan di perdesaan adalah beras, rokok kretek/filter, telur ayam ras, mie instan, dan gula pasir. Sedangkan di wilayah perkotaan terdiri dari adalah beras, rokok kretek/filter, bandeng, daging ayam ras, dan telur ayam ras. “Jadi ada perbedaan pola antara perdesaan dan perkotaan,” imbuhnya.
Basran mengungkapkan, persoalan kemiskinan lebih jauh bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Melainkan ada dimensi lain yang perlu diperhatikan berupa tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indikator ini mengukur sejauh mana potensi penduduk keluar dari jurang kemiskinan dan permasalahan yang melatarbelakangi terjadinya kemiskinan.
“Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan pengentasan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan tersebut,” jelasnya.
Pada periode Maret – September 2021, Indeks kedalaman kemiskinan mengalami kenaikan dan indeks keparahan kemiskinan (mengalami penurunan). indeks kedalaman kemiskinan naik dari 0,872 pada keadaan Maret 2021 menjadi 0,893 pada keadaaan September 2021. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan turun dari 0,177 menjadi 0,173.
Indeks kedalaman dan keparahan dari kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Ini mencerminkan jika permasalahan yang melatarbelakangi kemiskinan di desa lebih kompleks dibandingkan wilayah perkotaan.
“Pada bulan September 2021, nilai Indeks kedalaman Kemiskinan perkotaan hanya 0,785. Sementara di wilayah perdesaan mencapai 1,068. Lalu, nilai indeks keparahan kemiskinan untuk perkotaan hanya 0,170. Sementara di daerah perdesaan mencapai 0,179,” jelasnya.
Terakhir, Basran menjelaskan jika BPS juga mengukur ketimpangan ekonomi melalui rasio gini. Nilainya berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilainya menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Gini Ratio Kalimantan Utara pada September 2021 tercatat sebesar 0,285. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2021 yang sebesar 0,292.
“Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2021
tercatat sebesar 0,284, menurun dibanding Gini Rasio Maret 2021 yang sebesar 0,289. Sedangkan Gini Ratio di daerah perdesaan pada September 2021 tercatat sebesar 0,264, turun dibandingkan Gini Rasio Maret 2021 yang sebesar 0,272,” pungkasnya.(*)
Reporter: Agung Riyanto
Editor: Nurul Lamunsari