Koran Kaltara,
Kamis, 10 Februari 2022
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Utara, Norman melalui Kepala Seksi Konservasi dan Produksi Batubara, Zainal Arifin mengatakan, harga batu bara acuan (HBA) mengalami lonjakan pada bulan Februari 2022 sebesar USD29,88 per ton. Atau dari USD158,50 per ton di Bulan Januari menjadi USD188,38 per ton.
Berdasarkan informasi dari Kementerian ESDM, salah satu pemicu utama kenaikan tersebut adalah meningkatnya permintaan global atas kebutuhan batu bara. “Kenaikan HBA bulan Februari 2022 disebabkan oleh tingginya permintaan komoditas batu bara global. Ini otomatis juga akan berlaku di Kaltara,” kata Zainal, Selasa (8/2/2022).
Lanjut dia, faktor lain yang memengaruhi kenaikan HBA adalah adanya kendala pasokan gas alam di Eropa. Sebagian besar negara-negara Eropa beralih ke batu bara demi memenuhi pembangkit listrik.
“Kalau faktor ini saya nilai tidak terlalu mempengaruhi penjualan batu bara, khusus Kalimantan Utara. Karena mitra dagang utama Kaltara adalah China dan India, masih di Asia lah,” paparnya.
Lanjut dia, lonjakan angka HBA juga tak lepas dari keputusan Pemerintah Indonesia yang sempat menjalankan kebijakan larangan ekspor per 1 Januari 2022 untuk mengatasi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah sendiri akhirnya mencabut larangan tersebut bagi perusahaan yang tercatat sudah mematuhi ketentuan DMO pada 31 Januari 2022.
Zainal menjelaskan, HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8 persen, Total Sulphur 0,8 persen, dan Ash 15 persen.
“Nantinya, harga ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batu bara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel),” jelasnya.
Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA. Yaitu supply (penawaran) dan demand (permintaan). Pada faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
“Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro,” urainya. (*)
Reporter: Agung Riyanto
Editor: Nurul Lamunsari