Koran Kaltara, 22 Juni 2022
NUNUKAN, Koran Kaltara – Pemkab Nunukan terus berupaya mengentaskan desa berstatus sangat tertinggal di perbatasan. Bahkan, tahun ini jumlahnya tersisa dua desa saja.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Nunukan, Helmi Pudaaslikar.
“Kalau kemarin kan, itu ada 6 desa yang status sangat tertinggal, nah sekarang sudah tinggal 2 desa. Karena, 4 desa lainnya itu naik statusnya dari sangat tertinggal jadi tertinggal,” ujarnya kepada Koran Kaltara, Kamis (16/6/2022).
Kedua desa sangat tertinggal ini, kata dia, berada di Kecamatan Lumbis Pansiangan yakni Desa Langgason dan Desa Tantalujuk.
Kata Helmi, banyak faktor yang menentukan desa masuk kategori sangat tertinggal.
Tiga indikator utamanya terangkum dalam Indeks Desa Membangun (IDM) yakni sosial, ekonomi dan lingkungan. “Ini semua yang akumulasi,” ujarnya.
Dirinya mengaku sudah menyampaikan beberapa rekomendasi untuk desa yang masih sangat tertinggal saat rakor beberapa waktu lalu.
Contoh di Langgason, kata dia, jika ingin menuntaskan desa sangat tertinggal menjadi tertinggal, minimal Dinkes harus menyediakan satu dokter, satu bidan dan lima orang tenaga kesehatan.
“Kemudian dibangun posyandu. Karena dalam IDM itu ada namanya tersedia dan dapat diakses. Contoh, pelayanan dokter, tidak harus tersedia di Langgason, tapi minimal membangun puskesmas di desa yang terdekat di Langgason,” jelasnya.
Jika itu sudah dibangun dan masyarakat Langgason mendapatkan pelayanan itu, maka dapat diakses ke Langgason. Artinya, Langgason dianggap punya dokter.
“Tersedia tidak harus ditempatkan di situ,” ujarnya.
Contoh lain di bidang olahraga, kata dia, harus ada minimal 7 lapangan olahraga, baik bola, futsal, voli dan sebagainya.
Begitu juga peran Kominfo, kata dia, bisa menuntaskan sangat tertinggal menjadi tertinggal. Artinya, akses internet sudah masuk.
“Sekarang kan tidak ada, itulah sebabnya dua desa itu masih sangat tertinggal,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, lingkungan hidup minimal harus tersedia tempat pembuangan sampah. Sehingga masyarakat dapat membuang sampah pada tempatnya.
Menurutnya, pemerintah sudah menggelontorkan program dana desa. Sehingga, desa diharapkan mengerjakan program melalui dana desa sesuai kewenangannya.
“Ketika ada aspek yang bukan kewenangan desa, kan harus dibantu dengan kewenangan lain. Katakanlah, pemkab dari OPD terkait soal dokter. Kan, itu memang bukan kewenangan desa,” ujarnya.
Dia juga akan mendorong desa agar memperbanyak kolaborasi antar perangkat daerah. Misal, camat sebagai perpanjangan tangan bupati dalam pembinaan pengawasan pengelolaan dana desa.
“Supaya pemanfaatan dana desa yang ada, itu benar- benar dimanfaatkan untuk mengentaskan statusnya. Kan, ada rekomendasi desa harus lakukan ini dan itu. Kalau dia lakukan yang lain, pada saat pengukuran, maka desanya belum ada perubahan,” ujarnya.
Status perubahan desa, kata dia, tentunya akan berdampak pada reward maupun anggaran dari pusat sebesar 4 persen untuk tambahan terhadap kinerja yang dicapai. Ini khusus desa yang naik menjadi mandiri.
“Tapi, kan naik ini tidak serta merta mandiri. Ada lagi kriteria yang harus dilakukan desa. Kalau terpenuhi ya akan mendapatkan itu,” jelasnya.
Sementara itu, tahun ini ada satu desa naik status dari maju ke mandiri. Itu terjadi pada desa Seberang, Sebatik Utara. Total desa mandiri Kabupaten Nunukan kini menjadi 11 desa.
Kemudian desa maju dari 10 meningkat menjadi 17 desa. Artinya ada kenaikan 7 desa. Selain itu desa berkembang juga ada meningkat sebanyak 37 desa dari sebelumnya 45 desa. Total desa berkembang saat ini ada 83 desa.
Sementara desa tertinggal berhasil turun sebanyak 41 desa dari sebelumnya ada 161 desa. Sehingga, total desa tertinggal tersisa 120 desa. (*)
Reporter: Asrin
Editor: Hariadi