Koran Kaltara, 22 Juni 2022
NUNUKAN, Koran Kaltara – Meski sudah pernah ditutup, aktivitas tambang pasir ilegal di Pulau Sebatik ternyata dibuka kembali.
Parahnya, dalam kegiatan itu terlihat ada alat berat yang dioperasikan untuk mengeruk pasir di pesisir Pantai Sei Batang, Sebatik.
Camat Sebatik Induk, Andi Salahuddin tak membantah adanya kegiatan penambangan pasir tersebut.
Namun, dia memastikan aktivitas tambang pasir mulai Sei Manurung hingga Sei Batang tak memiliki izin.
“Itu sebenarnya beroperasi terus. Dilarang-larang tapi tidak mau berhenti. Padahal, kita sudah pasang plang larang, surat teguran dan sebagainya, tapi tetap saja mereka beroperasi,” ungkapnya kepada Koran Kaltara, Minggu (19/6/2022).
Sebenarnya, kata dia, aktivitas ilegal yang sudah bertahun-bertahun beroperasi ini, pernah dibubarkan dan ditutup.
Hanya saja, kegiatan ini kembali viral setelah ada yang memposting kegiatan tersebut di media sosial.
“Dari dulu memang sudah begitu (beroperasi). Kalau kita datang patroli gabungan, mereka lari lagi, disembunyikan lagi alat beratnya, tapi kalau kita santai-santai lagi, keluar lagi mereka aktivitas. Jadi, kucing-kucingan lah,” jelasnya
Kebutuhan pasir di Sebatik, kata dia, sebenarnya cukup saja lantaran adanya pengusaha lokal yang memasok pasir dari luar daerah seperti dari Palu maupun Tanjung Selor.
“Tapi harganya memang beda. Kalau yang dipasok dari luar daerah itu kisaran Rp1,2 juta ret, karena ada biaya pengiriman. Nah, kalau pasir dari tambang ilegal itu hanya kisaran Rp600 ribu per ret. Mungkin inilah jadi alasan karena lebih murah,” paparnya.
Sebenarnya, tidak ada urusannya mau harga mahal atau harga murah. Sebab, kegiatan tersebut jelas dilarang lantaran dampak abrasinya cukup tinggi.
“Apalagi kalau alasan ‘perut’ kan tidak juga, masih banyak potensi lain yang bisa digali. Ada kebun sawit atau rumput laut,” bebernya.
Rencananya, kata dia, hari Selasa (21/6), pihaknya bersama pemerintah desa dan masyarakat akan melakukan rapat untuk menangani persoalan tersebut.
“Kalau memang tidak bisa ditertibkan, ya kita serahkan kepada masyarakat wilayah itu. Kalau di Sei Manurung itu kan masih beroperasi, kan bersambung saja pesisir itu hingga Sei Batang,” ujarnya.
Mengenai persoalan abrasi, kata dia, sudah banyak yang ambruk lantaran tanahnya terus terkikis air laut. Bahkan, sudah ada puluhan rumah yang terdampak dari abrasi tersebut.
“Kalau penertiban ya tetap jalan, tapi harusnya ada efek jera, karena selama ini kita hanya dianggap main-main saja tanpa ada efek jera. Tapi, kami di pemerintah kecamatan tidak bisa menertibkan itu, bukan tupoksi kami,” tambahnya. (*)
Reporter: Asrin
Editor: Hariadi