TANJUNG SELOR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) kembali mengucurkan anggaran untuk menjalankan program ‘dokter terbang’ ke wilayah perbatasan dan terpencil di Kaltara pada tahun 2023.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltara, Usman mengatakan, untuk program ‘dokter terbang’ tahun ini diberikan ‘suntikan’ dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltara sekitar RP 670 juta.
“Per sekali kegiatan itu akan menghabiskan biaya kurang lebih RP 100 juta,” ujar Usman kepada Radar Kaltara saat ditemui di Tanjung Selor beberapa hari lalu.
Saat ini, lanjut Usman, program kemanusiaan itu sudah jalan sejak Januari lalu. Adapun total kegiatan ke lapangan dari anggaran ini sebanyak enam kali dengan tujuan yang berbeda-beda, mulai dari Sei Menggaris, Nunukan hingga Long Ampung, Malinau. “Tanggal 23 (kemarin) itu kita ada laksanakan layanan ‘dokter terbang’ di Rumah Sakit (RS) Pratama Sebuku. Darah ini juga masuk daerah terpencil dan perbatasan,” sebut Usman.
Untuk layanan ‘dokter terbang’ atau layanan kesehatan bergerak ini sudah dipetakan oleh pihaknya. Hanya saja, karena anggarannya juga terbatas, yaitu tidak sampai Rp 1 miliar, sehingga dilakukan penyesuaian. “Makanya dalam satu tahun itu kita batasi jumlah pelayanan kita yang dilakukan dengan sistem ‘jemput bola’ ini,” katanya.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, memang anggaran untuk tahun ini sedikit menurun. Namun itu bukan halangan bagi Pemprov Kaltara melalui Dinkes untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat. “Yang penting ini tetap jalan dan kita akan jalankan secara optimal dengan melihat skala prioritas dari yang prioritas,” sebutnya.
Tapi, selain yang dikucurkan melalui APBD Kaltara ini, juga ada ‘suntikan’ dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hanya saja pengelolaannya tidak melalui provinsi, melainkan langsung dari kabupaten yang memiliki daerah terpencil, seperti Nunukan dan Malinau.
“Kenapa program ini kita lanjutkan? Karena kebutuhan masyarakat di wilayah perbatasan dan terpencil akan layanan kesehatan yang optimal itu masih sangat tinggi. Sementara untuk ke kota, mereka pasti butuh biaya besar,” jelasnya.