Sumber Media: Radar Tarakan
Selasa, 31 Oktober 2023 | 14.46 WITA
NUNUKAN – Potensi pendapatan asli daerah (PAD) diperlihatkan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Sebatik yang klaim nilai ekspor capai Rp 50 miliar dalam sebulan. Ya, dalam seharinya, nilai ekspor bisa mencapai 1,8 miliar, dengan volume ekspor 34.400 kilogram (kg).
Sayangnya itu susah terjadi, karena saat ini yang berlaku hanya perdagangan tradisional. Meksi begitu, tidak menutup kemungkinan ekspor legal bisa dilakukan mendatang.
Kepala Unit SKPT Sebatik, Suparmoko mengaku, pajak dari ekspor ikan dipastikan bisa memberikan devisa ke negara. “PNBP dalam seharinya itu bisa sampai 255 ribu,” ungkap Moko, sapaan akrabnya, ketika diwawancarai, Senin (1/5).
Tentunya, potensi PAD sangatlah besar, namun jika ekspor perikanan ke Tawau, Malaysia dilakukan secara legal. Bagaimana perdagangan internasional bisa dilakukan, SKPT Sebatik sendiri, sudah mempersiapkan pelayanan untuk mempercepat legalisasi ekspor.
Semua dokumen akan diterbitkan, mulai dari dokuen awal yang diterbitkan Kantor Karantina, pemberitahuan ekspor barang (PEB) oleh Bea Cukai, surat keterangan asal (SKA), surat layak operasi (SLO), sampai surat keterangan pendaratan ikan (SKPI), semua dikantongi eksportir.
Suparmoko mengaku, SKPT Sebatik mencatatkan puluhan ton komoditas perikanan dengan jenis demersal, pelagis, udang, kepiting, bandeng dan kerang, dikirim ke Tawau Malaysia setiap harinya. “Kepiting dan bandeng dominasi, capai belasan kilo per harinya kalau dikirim,” ungkapnya.
Meski nilai ekspor mencapai Rp 50 miliar setiap tahunnya, namun itu dilakukan dengan skema perdagangan tradisional. Padahal jika semua ekspor dilakukan dengan regulasi perdagangan internasional, daerah tentunya akan menerima 75 persen dari nilai devisa ekspor yang masuk ke negara.
Dengan perdagangan yang masih bersifat konvensional tanpa PEB, semua perdagangan tidak terpotret negara, akhirnya tidak terdaftar di Bank Indonesia (BI). Pemerintah pun tidak akan mendapat DID. (raw/lim)