Kami menginformasikan bahwa terkait pertanyaan tersebut agar memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dokumen sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara
Pasal 35
(1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
(2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang
negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
(3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada
dalam pengurusannya.
(4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan negara.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
Pasal 1 Angka 14
Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/ menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.
Pasal 1 Angka 22
Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Pasal 59
(1) Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
(3) Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Pasal 61
(1) Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala satuan kerja perangkat daerah kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
(2) Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dapat segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia
mengganti kerugian daerah dimaksud.
(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah,
gubernur/bupati/ walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
Pasal 62
(1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(2) Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa
Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
Pasal 64
(1) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai
sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
(2) Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
Pasal 65
Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Pasal 66
(1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti kerugian negara/daerah berada dalam
pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan.
(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat/yang berwenang mengenai adanya kerugian negara/daerah.
Pasal 67
(1) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan
milik negara/daerah, yang berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
(2) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk pengelola perusahaan negara/daerah dan
badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.
3. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara
Pasal 2
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan ini mengatur tata cara penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara di lingkungan instansi pemerintah/lembaga negara dan bendahara lainnya yang mengelola keuangan negara.
Pasal 3
Informasi tentang kerugian negara dapat diketahui dari:
a. Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
b. Pengawasan aparat pengawasan fungsional.
c. Pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan kerja.
d. Perhitungan ex officio.
Pasal 4
(1) Pimpinan instansi wajib membentuk TPKN.
(2) TPKN terdiri dari:
a. Sekretaris jenderal/kepala kesekretariatan badan-badan lain/sekretaris daerah provinsi/kabupaten/kota sebagai ketua;
b. Inspektur jenderal/kepala satuan pengawasan internal/inspektur provinsi/kabupaten/kota sebagai wakil ketua;
c. Kepala biro/bagian keuangan/kepala badan pengelola keuangan daerah sebagai sekretaris;
d. Personil lain yang berasal dari unit kerja di bidang pengawasan, keuangan, kepegawaian, hukum, umum, dan bidang lain terkait sebagai
anggota;
e. Sekretariat
Pasal 6
(1) TPKN bertugas membantu pimpinan instansi dalam memproses penyelesaian kerugian negara terhadap bendahara yang pembebanannya akan
ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(2) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), TPKN menyelenggarakan fungsi untuk:
a. menginventarisasi kasus kerugian negara yang diterima;
b. menghitung jumlah kerugian negara;
c. mengumpulkan dan melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung bahwa bendahara telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara;
d. menginventarisasi harta kekayaan milik bendahara yang dapat dijadikan sebagai jaminan penyelesaian kerugian negara;
e. menyelesaikan kerugian negara melalui SKTJM;
f. memberikan pertimbangan kepada pimpinan instansi tentang kerugian negara sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menetapkan pembebanan sementara;
g. menatausahakan penyelesaian kerugian negara;
h. menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian kerugian negara kepada pimpinan instansi dengan tembusan disampaikan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan.
Pasal 7
(1) Atasan langsung bendahara atau kepala satuan kerja wajib melaporkan setiap kerugian negara kepada pimpinan instansi dan memberitahukan
Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara diketahui.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi sekurang-kurangnya dengan dokumen Berita Acara Pemeriksaan
Kas/Barang.
(3) Bentuk dan isi surat pemberitahuan kepada Badan Pemeriksa Keuangan tentang kerugian negara dibuat sesuai dengan Lampiran I.
Pasal 8
Pimpinan instansi segera menugaskan TPKN untuk menindaklanjuti setiap kasus kerugian negara selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1).
Pasal 11
(1) TPKN melaporkan hasil verifikasi dalam Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara dan menyampaikan kepada pimpinan instansi.
(2) Pimpinan instansi menyampaikan Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Badan Pemeriksa
Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterima dari TPKN dengan dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
Pasal 12
(1) Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan atas laporan kerugian negara berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) untuk menyimpulkan telah terjadi kerugian negara yang meliputi nilai kerugian negara, perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, dan penanggung jawab.
(2) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terbukti ada perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Badan
Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM.
(3) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun
lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan dikeluarkan dari Daftar kerugian negara.
Pasal 13
Pimpinan instansi memerintahkan TPKN mengupayakan agar bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat dari Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
Pasal 15
(1) Penggantian kerugian negara dilakukan secara tunai selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja sejak SKTJM ditandatangani.
(2) Apabila bendahara telah mengganti kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), TPKN mengembalikan bukti kepemilikan
barang dan surat kuasa menjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
Pasal 17
(1) TPKN melaporkan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada
pimpinan instansi.
(2) Pimpinan instansi memberitahukan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian
negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan TPKN.
Pasal 20
(1) Dalam hal SKTJM tidak diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, pimpinan instansi mengeluarkan surat keputusan
pembebanan sementara dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM.
(2) Pimpinan instansi memberitahukan surat keputusan pembebanan sementara kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
(3) Bentuk dan isi surat keputusan pembebanan sementara dibuat sesuai dengan Lampiran IV.
Pasal 22
(1) Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan SK PBW (Penetapan Batas Waktu) apabila:
a. Badan Pemeriksa Keuangan tidak menerima Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara dari pimpinan instansi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2); dan
b. Berdasarkan pemberitahuan pimpinan instansi tentang pelaksanaan SKTJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), ternyata
bendahara tidak melaksanakan SKTJM.
(2) SK PBW sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada bendahara melalui atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan
kerja dengan tembusan kepada pimpinan instansi dengan tanda terima dari bendahara.
(3) Tanda terima dari bendahara disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan oleh atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan
kerja selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak SK PBW diterima bendahara.
(4) Bentuk dan isi SK PBW dibuat sesuai dengan Lampiran V.
Pasal 25
(1) Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat keputusan pembebanan apabila:
a. jangka waktu untuk mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 telah terlampaui dan bendahara tidak mengajukan
keberatan; atau
b. bendahara mengajukan keberatan tetapi ditolak; atau
c. telah melampaui jangka waktu 40 (empat puluh) hari sejak ditandatangani SKTJM namun kerugian negara belum diganti sepenuhnya.
(2) Bentuk dan isi surat keputusan pembebanan dibuat sesuai dengan Lampiran VI.
Pasal 42
(1) Putusan hakim yang menjatuhkan hukuman terhadap seorang bendahara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dijadikan bukti
tentang perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai dalam proses tuntutan penggantian kerugian negara.
(2) Dalam hal nilai penggantian kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berbeda dengan
nilai kerugian negara dalam surat keputusan pembebanan, maka kerugian negara wajib dikembalikan sebesar nilai yang tercantum dalam surat keputusan pembebanan.
(3) Apabila sudah dilakukan eksekusi atas putusan pengadilan untuk penggantian kerugian negara dengan cara disetorkan ke kas negara/daerah,
pelaksanaan surat keputusan pembebanan diperhitungkan sesuai dengan nilai penggantian yang sudah disetorkan ke kas negara/daerah.
Dengan demikian, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, sepanjang terdapat informasi terkait adanya kerugian negara oleh bendahara, maka sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007, atasan langsung bendahara atau kepala satuan kerja wajib melaporkan kerugian negara oleh bendahara dimaksud kepada pimpinan instansi dan memberitahukan kepada BPK. Adapun berdasarkan Pasal 42 ayat (2) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007, dalam hal nilai penggantian kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berbeda dengan nilai kerugian negara dalam surat keputusan pembebanan, maka kerugian negara wajib dikembalikan sebesar nilai yang tercantum dalam surat keputusan pembebanan.
Demikian kami
sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya yang baik diucapkan terima kasih.
Disclaimer:
“Seluruh
informasi yang disediakan dalam jawaban adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi”.
Peraturan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara