TIGA PERKARA KORUPSI BERGULIR DI KEJARI TARAKAN

benuanta.co.id, TARAKAN – Terdapat tiga perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) yang saat ini tengah ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan. Tiga perkara tersebut diantaranya, gugatan korupsi pembangunan kawasan kumuh di Kelurahan Karang Rejo, dugaan penyalahgunaan aset negara dan pengelola keuangan terhadap kendaraan dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Pemadam Kebakaran (PMK) Tarakan anggaran tahun 2018-2022 dan dugaan korupsi pembangunan sea wall di Pantai Amal.

Kepala Kejari Tarakan, Meylani melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Zulkifli menjelaskan, untuk ketiga perkara tersebut masih dalam tahap penyidikan[1]).

Namun, belum terdapat penetapan tersangka dari perkara ini. “Sudah tahap penyidikan dan merupakan perkara tunggakan dari tahun lalu. Kita berkoordinasi dengan pihak eksternal untuk penyelesaiannya,” jelasnya, Ahad (7/7/2024).

Penyidikan yang dilakukan pun saat ini sudah dalam tahap meminta keterangan ahli.

Khususnya ahli dari Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKN)[2]). “Masih ada beberapa proses penyidikan, seperti melakukan pemeriksaan saksi[3]) dan ahli” tambahnya.

Disinggung soal tersangka, Kasi Pidsus menegaskan akan ada penetapan tersangka[4]) untuk perkara tersebut di tahun ini. Namun, masih menunggu hasil penyidikan terhadap buktibukti dari perkara ini. Adapun untuk pemeriksaan saksi hingga pihak yang berkaitan dengan perkara ini dinilai masih kooperatif.

“Kita tetap berupaya ini bisa selesai segera mungkin. Makanya dengan atensi pimpinan baru kita akan kejar. Makanya sudah kita berkoordinasi dengan beberapa pihak untuk segera penyelesaian terhadap penyidikan tersebut,” pungkas Zulkifli. (*)

Sumber berita:

  1. https://benuanta.co.id/index.php/2024/07/07/tiga-perkara-korupsi-bergulir-di-kejaritarakan/147657/15/04/15/, Tiga Perkara Korupsi Bergulir di Kejari Tarakan, 07/07/2024; dan
  2. https://radartarakan.jawapos.com/tarakan/2414826684/tiga-dugaan-perkara-tipikor-tahappenyidikan-diantaranya-korupsi-pembangunan-seawall-di-pantai-amaltarakan#:~:text=Ketiga%20perkara%20tipikor%20tersebut%20yaitu,pembangunan%20ka wasan%20kumuh%20di%20Kelurahan, Tiga Dugaan Perkara Tipikor Tahap Penyidikan, Diantaranya Korupsi Pembangunan Seawall di Pantai Amal, Tarakan, 04/07/2024.

Catatan:

  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara dapat dipidana dengan penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta dikenakan denda antara 200 juta hingga 1 miliar rupiah (Pasal 2 ayat 1). Selain itu, Pasal 3 menyatakan bahwa penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan yang merugikan keuangan atau perekonomian negara dapat dihukum dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara 50 juta hingga 1 miliar rupiah.
  • Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menghitung dan menetapkan kerugian negara diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK, yang menyatakan bahwa BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum, baik disengaja maupun karena kelalaian oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, serta lembaga lain yang mengelola keuangan negara. Sementara itu, Perpres No. 20/2023 Pasal 3 huruf e menyatakan bahwa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berwenang melakukan audit penghitungan kerugian negara atau daerah. Mahkamah Agung melalui SEMA No. 4/2016 menegaskan bahwa BPK adalah satu-satunya instansi yang secara konstitusional berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara, sedangkan BPKP, inspektorat, dan instansi lainnya hanya berwenang melakukan audit

tanpa dapat menyatakan adanya kerugian negara. Dalam kasus tertentu, hakim dapat menilai kerugian negara berdasarkan fakta persidangan. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 31/PUU-X/2012 menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat membuktikan kerugian negara secara independen tanpa temuan BPK atau BPKP, termasuk dengan melibatkan ahli atau instansi lain. Putusan MA No. 2391

K/PID.SUS/2016 menegaskan bahwa audit investigasi oleh BPKP atas nama BPK dapat diterima sebagai dasar penetapan kerugian negara.

[1] Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP).

[2] Penentuan kerugian negara dalam kasus korupsi didasarkan pada pemeriksaan bukti yang diajukan oleh jaksa, laporan keuangan atau audit yang disusun oleh auditor atau instansi berwenang seperti BPK, serta perhitungan ahli forensik keuangan untuk memastikan kerugian berdasarkan data yang valid dan metode yang diakui sesuai dengan peraturan yang berlaku.

[3] Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP).

[4] Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, yakni minimal 2 alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)