Bagaimana Provinsi Kaltara Bisa Tiga Kali Raih Opini WTP? Begini Menurut BPK

-Tanjung Selor-

Raihan Pemprov Kalimantan Utara atas opini WTP Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2016 tak lepas dari beberapa indikator penting.

Kepala BPK Perwakilan Kalimantan Utara Tornanda Syaifulah mengatakan, dalam menyusun laporan keuangan, Pemprov Kalimantan Utara dianggap telah menyajikannya sesuai dengan standar-standar akuntansi. Sehingga sajian laporan keuangan sangat transparan.

Kedua, soal efektifnya sistem pengawasan internal. Tornanda menganggap, sistem pengawasan internal yang dibangun Pemprov Kalimantan Utara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepatuhan terhadap peraturan-perundangan juga adalah dasar yang baik pengelolaan anggaran pemerintah daerah.

“Kecukupan informasi laporan keuangan juga sangat baik. Jadi BPK berikan atau mempertimbangkan dan mengukur komitmen pemerintah daerah itu sendiri,” sebutnya kepada wartawan di ruang sidang DPRD Kalimantan Utara, Selasa (1/6/2017).

Ada skoring tertentu yang diberikan BPK terhadap komitmen pemerintah daerah menindaklanjuti setiap catatan dan rekomendasi dari BPK. Dalam hal pemeriksaan ditemukan kelebihan atau kekurangan kas, Pemprov Kalimantan Utara langsung menindaklanjutinya berdasarkan standar ketentuan berlaku.

“Koreksi-koreksi yang diberikan BPK terhadap laporan keuangan pemprov seluruhnya dapat diterima dengan baik. Jadi itu semua sebagai ukuran kami,” sebutnya.

Kendati bukan hal prinsip, ada sedikit masalah pada pencatatan aset. Beruntungnya kata Tornando, Pemprov Kalimantan Utara berhasil menginventarisasi dua tahun terakhir sebelum aset-aset provinsi induk Kalimantan Timur dialihkan ke Kalimantan Utara.

“Baiknya, Pemprov pada pada lahir provinsi mereka tidak langsung ambil aset dari dari Kaltim. Tetapi invetarisir dulu selama 2 tahun. Akhir tahun 2016 aset-aset itu baru dialihkan ke Kalimantan Utara,” ujarnya.

Selain pada aset, masalah penganggaran juga sempat menjadi perhatian BPK.

“Saya minta dimulai dari Musrembang. Ini masalah inisiatif saja. Ada belanja begawai tetapi dicatat dari belanja modal. Pada saat di APBD-nya sudah teralisasi, namun dalam pencatatannya itu seharusnya belanja barang dan jasa bukan belanja modal. Akhirnya kami koreksi dan akhirnya mengikuti. Itu catatan kami,” sebutnya.

Sumber Berita: http://kaltim.tribunnews.com |  13 Juni 2017