-Tarakan-
Pengajuan peminjaman dana sebesar Rp 297 miliar oleh Pemerintah Kota Tarakan ke Bankaltim Cabang Tarakan untuk menutupi defisit di ABPD 2015 dan mendukung program di ABPD 2016, dinilai aneh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Kalimantan Utara.
Kepala Kantor Perwakilan BPK RI Kaltara Ade Rusmana menuturkan hal tersebut kepada Radar Tarakan, Senin (11/1). Salah satu keanehan yakni menyangkut jenis dan nilai pinjaman yang dianggap tidak tepat. Dikatakan Ade, pihaknya sebelumnya sempat bertemu dengan Sekretaris Kota Tarakan, Dr. Khairul, untuk membahas singkat terkait kondisi keuangan Pemkot Tarakan. “Tetapi waktu itu belum ada angka pasti berapa hutang Pemkot. Saat itu saya menyarankan untuk menyetop program dan pembiayaan yang belum berjalan. Selain itu jika memang harus berhutang maka sesuaikan dengan kebutuhan, pembiayaan tahun depan jangan terlalu ekspansif. Tapi ternyata berbeda dengan pelaksanaannya,” beber Ade.
Ade menyatakan kebijakan yang diambil terkait pinjaman dan struktur APBD 2016 bertentangan dengan komitmen yang diutarakan pada Laporan Pertanggungjawaban Keuangan (LPj) Pelaksanaan APBD 2014 silam. Menurut catatan dalam pertanggungjawaban tersebut,pemkot berencana menata pengelolaan pembiayaan terutama untuk penerbitan obligasi daerah dalam rangka mengantisipasi penurunan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA). Penataan ini sangatlah penting mengingat unsur-unsur pembiayan makin bervariasi, tidak hanya sebatas Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA).
Penerimaan pembiayaan akan diprioritas pada pembiayaan yang tidak memberatkan beban anggaran di tahun-tahun mendatang dan mempersulit likuiditas keuangan daerah. Oleh karena itu penerimaan pembiayaan difokuskan pada SILPA awal tahun dan transfer dari dana cadangan. Sedangkan untuk 5 tahun ke depan Pemkot belum memprioritaskan pemanfaatan pinjaman daerah dan obligasi, mengingat perangkat peraturan teknis terkait penerbitan obligasi dan pinjaman belum ada.
“Sedangkan pada kenyataannya pinjaman diajukan lebih dari nilai defisit yang diumumkan,” ujarnya.
Selain jumlah yang dibilang aneh, Ade juga menyoroti jenis pinjaman yang diajukan oleh pemkot Tarakan. Menurutnya, jenis pinjaman jangka pendek kurang sesuai dengan tujuan dan perutukkan yang diutarakan Pemkot Tarakan. Dijelaskan Ade, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2011, pinjaman jangka pendek untuk menutupi arus kas dan tidak membutuhkan persetujuan DPRD. Tapi harus lunas di tahun anggaran terkait dan tidak boleh mewariskan utang di tahun anggaran berikutnya. “Tapi melihat komposisi APBD Tarakan 2016, saya tidak melihat alokasi pembayaran hutang. Berarti nanti akan dibayar tahun depan atau bagaimana?,” ungkapnya.
Dari pasal 13 di undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa pinjaman jangka menengah juga harus lunas sebelum masa jabatan gubernur, bupati atau wali kota. “Jika pemkot melakukan pinjaman jangka menengah boleh diajukan tapi tidak boleh mewariskan hutang lewat dari masa jabatannya. Adapun pinjaman jangka menengah ini diajukan untuk membiayai kegiatan pelayanan publik yang tidak menghasilkan pendapatan,” tegasnya.
Terakhir pinjaman jangka panjang, lanjut Ade, bisa melebihi masa jabatan kepala daerah, namun ada syaratnya, yakni harus digunakan untuk membiayai kegiatan atau investasi yang menghasilkan potensi pendapatan. “Contoh, pemkot hutang untuk buat pabrik kelapa sawit,” ujarnya.
Sebelumnya diungkapkan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DP2KA) Tarakan Arbain, bahwa besarnya jumlah pinjaman yang melebihi defisit yang ada ini selain untuk membiayai defisit di APBD 2015, juga digunakan untuk kegiatan belanja langsung di APBD 2016. Menurut Ade, jika memang untuk membiayai belanja modal dan sejumlah kegiatan, maka seharusnya yang digunakan adalah pinjaman jangka menengah. “Apalagi melihat struktur APBD 2016 tidak ada penganggaran untuk bayar hutang. Berarti nanti berlanjut di 2017. Lagi pula seharusnya jika pinjaman jangka pendek maka tidak memerlukan persetujuan DPRD,” tegas Ade.
Selain terkait nilai pinjamannya, Ade juga mempertanyakan alasan Pemkot tidak menggunakan dana cadangan SILPA sebelumnya. Dibeberkan Ade, sejak 2011, Pemkot Tarakan sebenarnya sudah defisit. “Tahun 2013 Tarakan defisit Rp 323 miliar dan 2014 defisit Rp 325 miliar. Tapi kenapa tidak ramai? Karena kemarin-kemarin bisa ditutupi dengan cadangan SILPA. Sebenarnya jumlah cadangan SILPA per Desember 2014 masih bisa menutupi hutang di 2015, dengan begitu kas daerah kita akan kosong,” bebernya.
Ade juga menuturkan cadangan Pemkot di 2012 mencapai Rp 859 miliar, namun setelah mengatasi defisit yang terjadi di 2013 dan 2014, sehingga di awal 2015 masih ada Rp 205 miliar. Hal ini pun dipertanyakan Ade. “Mengapa cadangan SILPA itu tidak digunakan? Adakah uang itu? Mengapa pemkot harus merencanakan defisit untuk melaksanakan program yang ada? Okelah selama SILPA masih ada, tapi bagaimana jika SILPA sudah habis? Tapi tetap masih ada rencana defisit hingga mengutang. Saya mempertanyakan apakah pemkot benar-benar memegang kendali atas pengelolaan keuangannya,” ujar Ade.
Dengan beberapa keanehan pada kebijakan yang ditempuh Pemkot Tarakan ini, Ade mencurigai ada indikasi permasalahan di pengelolaan keuangan Pemkot. Salah satunya adalah kecurigaan independensi dalam pengelolaan keuangan. Ade mencurigai ada pihak-pihak yang mengintervensi pengelolaan keuangan pemkot, seolah-olah pemkot tidak berdaya sehingga memaksakan nilai belanja yang lebih tinggi. “Apakah benar-benar di bawah kendali pemkot? Atau ada intervensi dari pihak lain terkait pengelolaan keuangan daerah?. Pertanyaan dari seperti teman-teman media ini juga menjadi pertanyaan kami, dan akan kami gunakan dalam pemeriksaan laporan keuangan nanti,” ungkapnya.
Menurutnya, dari sektor belanja sejak 2012 sudah naik, sedangkan pendapatan turun. Sehingga di 2013 dan 2014 sebetulnya Pemkot Tarakan sudah tidak bisa membiayai kegiatannya dari pendapatannya. Karena belanja yang lebih tinggi. “Sebenarnya pendapatan kita cukup bagus walaupun sedikit flat, tapi ada peningkatan. Mungkin hanya target yang ditetapkan kemarin terlalu progesif,” jelasnya.
Rencananya, BPK akan melaksanakan audit laporan keuangan Pemkot Tarakan di 2015 mulai Februari mendatang. Proses audit ini diprediksi baru selesai tiga sampai empat bulan. “Itu pun hanya sebatas laporan keuangan bukan pengelolaannya atau kinerja. Kami juga bisa melakukan audit untuk laporan pengelolaan keuangan atau kinerja, tapi tergantung anggaran yang dimiliki oleh BPK sendiri,” ujar Ade.
Ade pun mengakui baru pertama kali menemui kasus seperti ini. “Ini aneh, dan kasus seperti ini baru saya temukan pertama kali. Menarik memang, tapi untuk BPK baru bisa kami cari tahu jawabannya saat audit nanti,” ujarnya.
Sumber Berita: http://kaltara.prokal.co | 12 Januari 2016