CATATAN BERITA – DUGAAN KORUPSI PEMBANGUNAN RSP BUNYU, KADINKES BULUNGAN SUDAH 10 KALI DIPERIKSA POLDA KALTARA

TRIBUNKALTARA.COM, TANJUNG SELOR – Setelah menetapkan 1 orang tersangka, Direktorat (Dit) Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Kepolisian Daerah Kalimantan Utara (Polda Kaltara), masih terus melanjutkan proses penyidikan[1]) terhadap dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) Bunyu, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Diantaranya dengan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi[2]). Salah satunya yang diperiksa adalah Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bulungan.

Direktur Reskrimsus Polda Kaltara Kombes. Pol. Ronald Ardiyanto Purba, menyebutkan terhadap Kepala Dinkes Bulungan sudah dilakukan pemeriksaan lebih dari 10 kali. “Dari mulai penyelidikan[3]), sampai penyidikan sudah 10 kali lebih kita periksa. Terakhir, kalau tidak salah minggu lalu. Statusnya masih saksi,” kata Kombes Pol Ronald Ardiyanto Purba di ruang kerjanya, Senin (02/09/2024).

Selain kepala Dinkes, beberapa orang saksi juga telah dimintai keterangan oleh Dit Reskrimsus Polda Kaltara. Seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)[4]), rekanan kontraktor dan lainnya. “Perkara korupsi itu, tidak mudah penanganannya. Setiap satu tersangka satu berkas. Jadi prosesnya panjang,” urainya. “Kita tuntaskan satu berkas ini dulu. Untuk yang lain, kalau mungkin ada tersangka baru, dan itu di berkas lain,” tandasnya. Sebelumnya, polisi menetapkan D, selaku pelaksana kegiatan sebagai tersangka[5]) dalam kasus ini. Informasi yang diperoleh, tersangka ditangkap di Malang, Jawa Timur.

Terkait kerugian negara, Ronald mengatakan, saat ini masih dalam penghitungan oleh pihak BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). “Kita belum ketahui secara detail kerugiannya, masih dihitung oleh BPKP. Yang jelas ada kerugian negara,” ungkapnya. Apakah akan tersangka lain? Ronald memberikan sinyal, kemungkinan akan ada tersangka lain. Di mana salah satunya penyidikan mengarah pada aparatur sipil negara (ASN)[6]).

Dit Reskrimsus Polda Kaltara, lanjutnya, juga sudah berkoordinasi dengan BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara. Lembaga pemerintah non kementerian tersebut, bertugas menilai nominal kerugian dalam pembangunan RSP Bunyu. Sebelumnya, lanjut Ronald, tim saksi ahli audit konstruksi Polda Kaltara sudah melakukan audit terhadap nilai-nilai dugaan kerugian dari kegiatan pembangunan RSUD Bunyu. Dari hasil audit internal Polda Kaltara itu, nantinya akan menjadi acuan BPKP untuk melanjutkan hasil audit dan melakukan penyesuaian hasil nilai audit internal Polda Kaltara.

Dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan RSP Bunyu, bermula dari temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui belanja daerah pada RSP Bunyu yang mangkrak pembangunannya pada 2023 lalu. Pemeriksaan pada anggaran belanja RSP Bunyu telah dilakukan pada Mei 2023 dan Desember 2023. Pembangunan RSP Bunyu, menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada 2022 lalu, senilai Rp 52 miliar. Ditargetkan selesai pada Desember 2022 lalu, namun sampai saat ini belum selesai dikerjakan.

[1] Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP).
[2] Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP).
[3] Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHAP).
[4] Pejabat Pembuat komitmen (PPK) merupakan seseorang yang ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan dalam pelaksanaan anggaran yang dapat mengakibatkan terjadinya pengeluaran uang atas beban anggaran negara.
[5] Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, yakni minimal 2 alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)
[6] Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah (Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara)

Sumber berita:

  1. https://kaltara.tribunnews.com/2024/09/02/dugaan-korupsi-pembangunan-rs-pratama-bunyu-kadinkes-bulungan-sudah-10-kali-diperiksa-polda-kaltara?page=all#google_vignette, Dugaan Korupsi Pembangunan RSP Bunyu, Kadinkes Bulungan Sudah 10 Kali Diperiksa Polda Kaltara, 02/09/2024;
  2. http://radarberau.com/polemik-pembangunan-rumah-sakit-bunyu-terus-berlanjut-kepala-dinkes-bulungan-jadi-saksi/, Polemik Pembangunan Rumah Sakit Bunyu Terus Berlanjut, Kepala Dinkes Bulungan Jadi Saksi, 03/09/2024;

 

Catatan:

  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, mengatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara dapat dipidana dengan penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta dikenakan denda antara 200 juta hingga 1 miliar rupiah (Pasal 2 ayat 1). Selain itu, Pasal 3 menyatakan bahwa penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan yang merugikan keuangan atau perekonomian negara dapat dihukum dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara 50 juta hingga 1 miliar rupiah.
  • Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), prosedur penetapan tersangka, penyidikan, penahanan, dan proses peradilan diatur dalam beberapa pasal penting, termasuk Pasal 1 ayat (14) yang mendefinisikan tersangka sebagai seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan, Pasal 17 yang mengharuskan penetapan tersangka didasarkan pada minimal dua alat bukti yang cukup, dan Pasal 21 yang mengatur penahanan untuk mencegah tersangka melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Pasal 184 menjelaskan alat bukti yang sah dalam proses hukum, sementara Pasal 50-68 mengatur hak-hak tersangka selama penyidikan dan peradilan, termasuk hak atas bantuan hukum dan upaya hukum.

Download PDF : Catatan Berita – Polda Kaltara Tetapkan Kadinkes Tersangka Kasus RSUD Bunyu