Koran Kaltara, 10 November 2021
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26 di Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11/2021) lalu. Di mana, Indonesia memiliki potensi alam yang begitu besar, memiliki komitmen dalam penanganan perubahan iklim.
Dia membeberkan bahwa Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare sampai tahun 2024, terluas di dunia. Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara tahun 2010-2019.
Bahkan Indonesia dalam pengembangan sektor energi, melangkah maju dengan pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya terbesar di Asia Tenggara. Termasuk memanfaatkan energi baru terbarukan, seperti biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih, hingga pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia yang berada di Kalimantan Utara (Kaltara).
Kemudian, dalam upaya menekan emisi karbon, pemerintah melakukan kebijakan, seperti carbon pricing dan pajak karbon. Selain mengurangi dampak pemanasan global, langkah ini dipercayai dapat meningkatkan iklim investasi.
Seperti baru-baru ini, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (KEK) atau carbon pricing. Ia mengklaim cara ini menjadikan Indonesia sebagai penggerak pertama penanggulangan perubahan iklim berbasis market di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Wakil Gubernur Kaltara Yansen Tipa Padan mengemukakan, bahwa daerah turut mendukung upaya tersebut. Apalagi, Kaltara merupakan wilayah dengan potensi alam melimpah, dengan luas hutannya. Sehingga kebijakan pemerintah bisa menjadi bagian dari formulasi pendapatan daerah di sektor kehutanan.
“Di saat orang berhadapan dengan masalah iklim, orang tahu Kalimantan Utara. Sekarang Presiden memberi perhatian terhadap Kaltara ini, terutama sektor kehutanannya. Kita harapkan carbon price kita punya nilai strategis dan ekonomis. Karena selama ini kita punya kontribusi besar untuk paru-paru dunia, tetapi tidak pernah ada dampaknya kepada kita,” ujarnya kepada media.
Di beberapa daerah, menurut Wagub, sudah ada perdagangan karbon. Sementara di Kaltara perlu dirumuskan untuk menjadi formulasi bagi pendapatan daerah pada sektor carbon price. Mantan Bupati Malinau tersebut menuturkan, pernah membuat kebijakan soal pendapatan daerah dari sektor kehutanan. Hal itu akan kembali diperjuangkan untuk tingkat provinsi.
“Hutan kita sangat luar biasa besarnya, termasuk perbatasan. Itu berdampak pada kepentingan nagara. Harusnya ada kontribusi negara kepada Provinsi Kalimantan Utara, khususnya perbatasan. Karena kepentingan bangsa, ini diperjuangkan, tidak hanya carbon price tapi juga soal perbatasan harus masuk dalam formulasi pendapatan daerah,” terangnya.
Pendapatan daerah itu, lanjutnya, dimana negara dalam menarik pajak karbon dan carbon price, dapat di kembalikan ke daerah. Apalagi Kaltara dengan sumbangsih sektor kehutanan yang luas, ditambah sebagai wilayah perbatasan yang membutuhkan kehadiran negara di dalamnya.
“Tolong diingatkan masyarakat, jaga aset yang ada. Hutan adalah aset kita, anugerah Tuhan dan berdampak pada kehidupan manusia. Mari kita jaga bersama dengan baik,” tutupnya. (*)
Reporter: Fathu Rizqil Mufid
Editor: Nurul Lamunsari