Koran Kaltara, 12 April 2022
TANA TIDUNG, Koran Kaltara – Bupati Tana Tidung, Ibrahim Ali mengatakan, bahwa pihaknya sangat kesulitan menarik retribusi usaha budidaya rumah sarang walet.
Padahal kabupaten termuda di Kalimantan Utara ini merupakan daerah penghasil sarang walet terbesar. Setiap bulannya ada sekitar 300-500 kilogram yang dipanen oleh peternak.
“Kita kesusahan menarik retribusi atau pajak dari peternak walet di KTT, meskipun kita penghasil sarang walet terbesar di Kaltara. Bahkan kita ditunjuk sebagai pilot project pencucian sarang walet yang di Indonesia hanya 3 daerah, yaitu di Sumatera, NTB dan Kalimantan. Nah yang di Kalimantan itu di KTT,” terangnya, Selasa (12/4/2022).
Diakui politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, bahwa kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menarik retribusi maupun pajak karena peternak tidak mau jujur dalam memberikan data, terutama jumlah sarang walet yang berhasil dipanen.
Selain itu, pengiriman keluar Kaltara melalui satu pintu yaitu Karantina yang ada di Tarakan, namun pemerintah Kota Tarakan juga mengaku kesulitan melakukan penarikan retribusi karena belum ada regulasi yang mengaturnya.
“Yang kita minta kalau ada perda (Peraturan Daerah) yang mengikat penarikan pajak, jangan hanya Tarakan yang bisa melakukan karena nanti kita yang rugi. Kita sebagai daerah penghasil. Yang kita minta ada regulasinya yang harus betul-betul dilakukan mitigasi dan pemetaan pembagian hasilnya untuk pemerataan dan KTT bisa mendapatkan haknya,” tegasnya.
Dikatakan Ibrahim Ali, bahwa hasil panen sarang walet di KTT setiap bulanya mencapai 300-500 kilogram, sehingga pihaknya telah mengambil langkah strategis dalam menyikapi persoalan ini.
Salah satunya dengan pembentuk Perusahaan Umum Daerah (Perumda), yang nantinya diberikan pernyertaan modal untuk membeli sarang walet dari peternak, untuk langsung diekspor.
“Melalui perumda kita akan membeli hasil peternak walet dan kita akan kerja sama dengan eksportir. Insya Allah kita akan lebih mudah dan enak dalam menarik pajak melalui Perumda itu. Tetapi kita lihat regulasinya, karena kita sedang membentuk Perumda,” ungkapnya.
Meskipun demikian, orang nomor satu di KTT ini belum bisa menyebutkan berapa persen pajak yang bisa ditarik dari jual beli sarang walet ini.
“Dalam perda ada 10 persen untuk retribusi, tetapi kita lihat regulasinya. Sekarang kita tuntaskan dulu pembentukan perumdannya, nanti kita berikan penyertaan modal untuk menarik retribusi sarang walet,” pungkasnya. (*)
Reporter: Sofyan Ali Mustafa
Editor: Hariadi