Ratusan Kontraktor Belum Dibayar; Pemkot Tarakan Utang Ratusan Miliar

-Tarakan-

Pengelolaan anggaran di Pemkot Tarakan sedang disorot. Sebab selain sedang mengalami defisit anggaran yang berdampak terhadap beberapa sektor, ternyata Pemkot Tarakan juga memiliki utang yang jumlahnya tidak sedikit, mencapai ratusan miliar.

Sekretaris Gabungan Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (Galkindo) Maxi Donatus mengatakan, beberapa anggota yang tergabung dari organisasinya  mengeluhkan adanya proyek yang belum dibayarkan. Sehingga mereka mendesak agar pemkot segera menyelesaikan pembayaran dalam waktu dekat.

Rata-rata yang belum dibayarkan adalah kontraktor kegiatan proyek penunjukan langsung (PL) yang merupakan kontraktor kecil, yang harus memutar modal kembali.

“Setahu saya, yang belum dibayarkan itu berkisar di bawah Rp 50 juta, pemkot harus segera menyelesaikan masalah ini,” jelas Maxi, kepada Radar Tarakan.

Tiga asosiasi kontraktor yang tergabung dalam Gapeksindo, Gapeknas, Gapensi telah memberikan surat ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan, dan meminta diagendakan rapat dengar pendapat bersama SKPD terkait soal utang ini. Namun hingga saat ini, belum ada tanggapan dari para wakil rakyat itu.

Diakuinya, sekitar 200 kontraktor belum dibayar oleh pemkot sejak November 2016. “Sebagian kontraktor telah menandatangani surat pernyataan pembayaran dari pemkot, tetapi tidak semuanya. Nah itu yang menjadi pertanyaan para kontraktor yang mendapatkan surat tersebut,” jelas Maxi.

Kabarnya, beberapa kontraktor multiyears telah dibayarkan pemkot, sedangkan kontraktor PL masih banyak yang belum terselesaikan. Padahal proyek PL lah, yang bersentuhan langsung ke masyarakat, sehingga manfaatnya langsung dinikmati.

“Saya harap kontraktor yang telah mendapatkan surat pernyataaan dari pemkot, harus lebih teliti membacanya. Yang saya terima infonya, di dalam surat itu juga tidak ada kalimat jelas, batas waktu pembayaran kapan akan dibayarkan. Kami minta kepastian. Jika memang tidak ada anggaran, kenapa harus dipaksakan membentuk kontraktor PL. Jangan karena ada kepentingan tertentu, PL ini dikorbankan,” beber Maxi.

Salah seorang kontraktor PL, Supriyadi mengatakan jika surat pernyataan yang telah diberikan pemkot itu, tertulis jika pelunasan pembayaran proyek nantinya akan menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.

“Sebelumnya kami juga sudah membentuk tim untuk mengusut masalah ini. 84 kontraktor sudah membuat surat dan mengirimkan ke DPRD sejak 20 Maret 2017, tapi sampai sekarang belum ada tanggapan. Jika tidak ada tanggapan dari DPRD sampai pekan ini, kami akan turun ke jalan untuk demo,” tutur Supriyadi.

Proyek PL yang termasuk drainase dan semenisasi telah lama terselesaikan dan langsung dapat dinikmati masyarakat. Berbeda dengan proyek seperti pembebasan lahan di Embung Rawa Sari, yang telah dilunasi oleh pemkot ke kontraktor bersangkutan, tapi sampai sekarang belum bisa dinikmati masyarakat.

“Perbandingannya bisa dilihat, padahal harusnya pemkot mengutamakan membayar kontraktor PL, tetapi sampai sekarang kok nggak bisa bayar,” keluh Supriyadi.

Jika melihat pada aturan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2015 tentang percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, tidak ada yang menyebutkan jika harus dibuatkan pembuatan surat pernyataan pembayaran proyek. Hak dan kewajiban pihak pertama, yang menjadi acuan syarat-syarat umum dalam pembuatan kontrak.

“Kami juga masih mempertanyakan surat pernyataan yang tidak didasari undang-undang. Tapi, karena kemarin itu  keadaan tidak ada pekerjaan, makanya surat pernyataan berani kami tanda tangani,” ungkap Supriyadi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Tarakan, M Haidir membenarkan jika masih ada tanggungan pemkot yang belum terbayarkan, karena masih menunggu pencairan anggaran.

Secara de jure (aturan hukumnya), jika proyek telah diselesaikan maka pemkot akan membuatkan surat pengajuan pencairan anggaran, agar dapat diserahkan ke Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DP2KA).

“Kami hanya bertugas mengerjakan program yang telah tertera di dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Kami tidak mengurusi masalah uang,” jelas Haidir, ketika ditemui Radar Tarakan, Rabu (29/3).

Dijelaskan Haidir, kontraktor yang belum dibayarkan adalah kontraktor pengerjaan proyek jalan dan bangunan yang ada di Tarakan. Dan untuk pendanaan proyek, dananya bersumber dari anggaran multiyears dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

“Saya tidak tahu persis, kemungkinan kisarannya sekitar ratusan miliar, DP2KA yang punya data semuanya, termasuk para kontraktor yang mana yang belum dibayar beserta nominalnya,” jelas Haidir.

Pembayaran yang belum terbayarkan oleh pemerintah itu merupakan proyek yang sampai Desember 2016. Belum terbayarkan proyek tersebut dikarenakan terjadinya defisit anggaran. “Kami hanya mengerjakan saja dan melakukan tender proyek saja,” kata Haidir.

Sekretaris DPUTR, Edy Susanto menambahkan, proyek yang bersifat multiyears anggarannya masih akan menunggu masa akhir kontrak pada 2019 mendatang. “Kepastian utangnya saya belum tahu, perkiraan kami mencapai ratusan miliar rupiah. Tapi itu belum pasti juga karena datanya tidak sama saya,” ujar Edi.

Terpisah, Kepala DP2KA Tarakan, Arbain juga membenarkan belum dibayarnya proyek-proyek yang ditangani para kontraktor. Namun, Arbain enggan berkomentar lebih lanjut, karena beralasan memiliki kesibukan lain. “Besok ke kantor saja, datanya semua ada di kantor,” singkatnya saat dihubungi, media ini.

Ketua Komisi III DPRD Tarakan, Sofyan Udin Hianggio mengetahui jika ada surat dari kontraktor yang masuk ke kantor DPRD Tarakan yang mengadukan belum dibayarkannya proyek-proyek yang telah dikerjakan para kontraktor di 2016. Pihaknya berencana akan memanggil pemkot dan DP2KA untuk membahas permasalahan itu.

“Secepatnya akan kami bahas, soalnya besok (hari ini) akan ada Badan Musyawarah (Banmus), dan akan kami masukan dalam agenda tersebut untuk secepatnya memfasilitasi teman-teman kontraktor,” terang Sofyan.

Saat ditanyakan, Sofyan mengaku tidak mengetahui kepastian nominal yang harus dibayarkan Pemkot Tarakan. Tetapi berdasarkan paparan dari DPUTR, sekitar Rp 170 miliar utang kegiatan pemkot di tahun 2016.

“Tapi yang diprioritaskan itu khusus untuk kontraktor PL,” ujar Sofyan.

Sementara itu, Ketua DPRD Tarakan, Salman Aradeng mengatakan jika berkaca pada tahun 2015, saat itu kontraktor PL sudah tidak ada namun pada 2016, kontraktor PL kembali dihadirkan. Meski kondisi keuangan daerah defisit Salman meminta pemkot untuk segera membayar utang-utang tersebut.

“Ibarat pesawat  delay, jika keberangkatan yang jam 7 dan jam 8 lalu pesawat mendahulukan pesawat jam 8 untuk diberangkatkan terlebih dulu. Maka dipastikan akan terjadi keributan penumpang,” ungkap Salman.

Sepengetahuan Salman, utang Tarakan berkisar ratusan miliar rupiah dan pos yang tertinggi pada DPUTR. Tak hanya PL saja, melainkan proyek-proyek multiyears dan one years 2016, dipastikan akan menjadi utang 2017.

“Kami minta pemerintah prioritaskan pembayaran utang,” tegas Salman yang akan mengevaluasi pemerintah pada dua tahun selanjutnya. Untuk diketahui, tahun 2016 Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan memiliki utang senilai Rp 195 miliar, dan sempat ingin mengajukan peminjaman ke Bankaltim sebesar Rp 297 miliar.

Sumber Berita: http://kaltara.prokal.co | 3 April 2017