NUNUKAN, Koran Kaltara – Enam terdakwa kasus dugaan korupsi septic tank akhirnya menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi plSamarinda, Kamis (16/2/2023).
Mereka adalah KS, Direktur T. KCI di Jakarta Utara. Perannya, sebagai distributor pada kegiatan tahun 2018.
Kedua, MN mantan honorer pada DPUPRPKP Kabupaten Nunukan sebagai otak dari pengerjaan tersebut.
Ketiga, Hj. MA, Direktur CV. PA selaku supplier pada kegiatan tahun 2019 dan Hj YL sebagai Direktur CV. YGB, juga selaku supplier dan pemodal pada kegiatan tahun 2020.
Dua terdakwa lainnya merupakan ASN berinisial ZS (laki-laki) sebagai PPTK pada kegiatan tahun 2018 dan EL (perempuan) sebagai mantan Kabid PKP pada DPUPRPKP Nunukan, KPA, PPK, dan PPSPM pada kegiatan tahun 2018, 2019, dan 2020.
Kasi Pidsus Kejari Nunukan, Ricky Rangkuti SH mengatakan, sidang yang juga digelar secara daring itu merupakan agenda pembacaan dakwaan terhadap 6 terdakwa.
“Jadi, dari 6 terdakwa ini ada dua terdakwa yang mengajukan eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Mereka adalah dua ASN itu. Rencananya, pembacaan eksepsi ini digelar tanggal 21 Februari nanti,” terangnya kepada Korban Kaltara, Jumat (17/2/2023).
Dakwaan pertama dibacakan adalah KS, kata dia, didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Untuk KS ini tidak mengajukan eksepsi, makanya nanti tanggal 28 Februari akan dilanjut sidangnya dengan pemeriksaan saksi,” bebernya.
Untuk terdakwa MN, Hj MA dan Hj YL, kata dia, didakwa dengan pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP.
Ricky menjelaskan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran yang Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian PUPR tahun anggaran 2018, 2019, dan 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (PUPRPKPP) Kabupaten Nunukan ini merupakan hasil dari rangkaian penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan kejari Nunukan.
Sebab, dari hasil pengembangan penyidikan dan berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan, ada kerugian keuangan negara dalam dugaan kasus korupsi dana APBN pembangunan septic tank pada DPUPRPKP Kabupaten Nunukan T.A 2018 s/d 2020 sebesar Rp3.675.450.000 atau Rp3,6 miliar lebih.
“Namun kita berhasil mengembalikan kerugian negara itu totalnya Rp1,9 miliar,” jelasnya.
Untuk diketahui, Kejari menemukan bahwa ada pengerjaan yang melawan hukum pada proyek septik tahun 2018 hingga 2020 lalu.
Dimana, tahun 2018, kata dia, 117 septic tank komunal dikerjakan dengan nilai fisik kurang lebih Rp4,7 miliar oleh 12 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Kemudian di tahun 2019 lalu, pengerjaan septic tank ini kembali dilakukan dengan nilai lebih rendah kurang lebih Rp2,7 miliar untuk 60 unit septik tank komunal. Di sini, ada 5 KSM.
Lalu, tahun 2020, pengerjaan septic tank ini kembali meningkat dengan nilai anggaran fisik Rp7,6 miliar dan total anggaran sama pemasangan Rp9,7 miliar.
Pengerjaan tahun 2020 ini melibatkan 25 KSM untuk 132 unit septic tank komunal dan 182 septic tank individual.
Selisih harga septic tank antar tahun anggaran ini, kata dia, memang sangat jauh. Sebab dari harga per unit septic tank komunal mencapai Rp40 jutaan, padahal dari perhitungan, nilai wajar di harga Rp29 jutaan.
“Kalau yang individual itu sekitar Rp11 jutaan. Padahal itu perhitungan bisa Rp7 jutaan. Jadi ada selisih jauh,” bebernya.
Dari semua tersangka, kata dia, MN sebagai mantan honorer pada DPUPRPKP Kabupaten Nunukan, memiliki peran besar dalam kasus mark up tersebut.
Sebab, MN sebagai inisiator dan otak dalam pengerjaan yang menimbulkan kerugian negara.
“MN inilah mengajak dan mencari partner atau pemilik modal agar bisa membeli unit septic tank itu. Ini kan seharusnya dilakukan oleh KSM, tapi justru diatur dan dikendalikan oleh tersangka MN,” bebernya. (*)
Reporter: Asrin
Editor: Didik