Takut Pakai APBD, Daerah Tak Bakal Maju

-Tarakan-

Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltara, Ade Iwan Rusmana mengatakan jika kepala daerah memiliki ketakutan berlebih untuk gunakan dana APBD. Maka, Ade memastikan wilayah dipimpin kepala daerah tersebut tak akan ada perkembangan dan kemajuan, khususnya dari segi pembangunan. Kondisi itu berimbas pada kondisi daerah yang stagnan.

“Jika kepala daerah tak berani mengambil keputusan, memang situasi akan aman. Tapi, pembangunan di daerahnya stagnan, karena tak perkembangan. Kenapa jadi kepala daerah kalau takut membangun dengan APBD. Justru, harus inovatif, berani, serta tetap pegang teguh aturan dan ketentuan. Jika takutnya berlebih, masyarakat yang jadi korban, karena tak dapat imbas dari pembangunan yang signifikan,” kata Ade Iwan kepada Koran Kaltara, Kamis (3/9).

Sesuai data dimiliki BPK Kaltara hingga bulan September ini, persentase realisasi APBD kabupaten dan kota di Kaltara pada belanja semester I tahun 2015 cukup variasi. Disebutkan mulai daerah dengan penyerapan APBD terendah yakni Tana Tidung dengan 13,45 persen dengan APBD Rp1,096 triliun lebih hanya realisasi Rp147 miliar lebih di Pemkab Tana Tidung. Selanjutnya, realisasi APBD Pemprov Kaltara terendah kedua dengan APBD Rp2,025 triliun lebih hanya terealisasi Rp364 miliar atau 18,01 persen. Urutan selanjutnya Bulungan, dari total APBD Rp2,115 triliun lebih, yang terealisasi hanya Rp451 miliar lebih atau digunakan sebesar 21,36 persen.

Pemkot Tarakan berada pada peringkat 4 terendah di Kaltara, karena APBD Tarakan Rp1,083 triliun lebih sudah terealisasi Rp273 miliar lebih atau 25,24 persen. Kemudian Nunukan dengan APBD Rp1,269 triliun lebih hanya terpakai Rp376 miliar lebih. Sehingga persentase anggaran digunakan 29,67 persen. Peringkat akhir dan penyerapan dana APBD terbesar di Malinau, dengan APBD Rp1,453 triliun hanya realisasi anggaran semester I Rp489 miliar lebih atau 33,70 persen.

“Pada bulan September ini, penggunaan APBD idealnya harus capai 50 persen. Sebab, masih berada pada tahun pertama. Selama ini, pihak lain digenjot rampung hingga akhir tahun, sehingga terjadi penyimpangan prosedural karena tak dilakukan sejak awal penggunaan anggaran,” paparnya.

Adapun penyerapan anggaran yang terkendala kepala daerah kurang sosialisasi penggunaan anggaran, jika lambat maka patutu diduga terjadi sesuatu, bahkan bisa jadi kepala daerah terlalu hati-hati, “Kalau kepala daerahnya selalu hati-hati dan takut melanggar aturan, takut diproses hukum. Dengan begitu, maka percayalah jika daerah tak akan maju, karena penggunaan APBD lambat dan pengaruhi ekonomi,” tambahnya.

Sumber Berita: korankaltara.co | 3 September 2015