TANJIK HUKUM ONLINE

Tanjik Hukum Online

Selamat datang di Tanjik Hukum Online, adalah platform inovatif yang dirancang oleh BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara untuk meningkatkan aksesibilitas dan pemahaman Anda terhadap informasi hukum di bidang keuangan negara/daerah. Aplikasi ini memudahkan Anda dalam mengajukan pertanyaan, memperoleh perkembangan hukum terkini, serta berpartisipasi dalam edukasi hukum secara daring dan mendukung tata kelola keuangan yang lebih baik. Mari bergabung dan eksplorasi fitur pertanyaan dan arsip yang telah kami siapkan di Tanjik Hukum Online untuk memaksimalkan pengalaman Anda dalam memperoleh informasi hukum yang akurat dan relevan.

Form Konsultasi

THO

ARSIP PERTANYAAN

Keuangan Negara

  • Apakah diperkenankan mengajukan permohonan ahli penghitungan kerugian negara kepada BPK apabila telah terdapat laporan hasil penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh instansi selain BPK?

    Kami menginformasikan bahwa terkait pertanyaan tersebut agar memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dokumen sebagai berikut:
    1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    (UU Tipikor)

    Penjelasan Pasal 32

    Yang dimaksud dengan "secara nyata telah ada kerugian keuangan negara" adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.

    2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (UU 15/2004)

    Pasal 13

    Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian 

    negara/daerah dan/atau unsur pidana.

    3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU 15/2006)

    Pasal 10

    (1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

    (2) Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK.

    4. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan Investigatif, Penghitungan Kerugian Negara/Daerah, dan Pemberian Keterangan Ahli

    (Peraturan BPK 1/2020)

    Pasal 13

    Penghitungan Kerugian Negara/Daerah dilakukan melalui Pemeriksaan Investigatif yang bertujuan untuk mengungkap ada atau tidaknya Kerugian Negara/Daerah termasuk menghitung nilai Kerugian Negara/ Daerah yang terjadi sebagai akibat dari penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara/daerah. 

    Pasal 14

    Penghitungan Kerugian Negara/Daerah dilakukan oleh BPK dalam proses penyidikan suatu tindak pidana oleh Instansi yang Berwenang.

    Pasal 20

    (1) BPK dapat memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai Kerugian Negara/ Daerah. 

    (2) Keterangan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Anggota BPK dan/atau Pelaksana BPK berdasarkan penugasan BPK. 

    Pasal 21

    Pemberian keterangan ahli dilakukan oleh BPK berdasarkan permintaan dari Instansi yang Berwenang. 

    Pasal 22

    Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 disampaikan secara tertulis kepada Ketua BPK melalui surat pejabat yang berwenang di lingkungan Instansi yang Berwenang. 

    Pasal 23

    Pemberian keterangan ahli dilakukan pada tahap penyidikan dan/atau peradilan. 

    Pasal 24

    BPK dapat berkoordinasi dengan Instansi yang Berwenang dalam rangka menindaklanjuti permintaan pemberian keterangan ahli.

    Pasal 25

    (1) Keterangan ahli diberikan berdasarkan laporan Hasil Pemeriksaan penghitungan Kerugian Negara/Daerah.

    (2) Dalam hal permintaan pemberian keterangan ahli tidak didasarkan pada laporan Hasil Pemeriksaan penghitungan Kerugian Negara/Daerah, keterangan ahli dapat dipenuhi terkait dengan metodologi dan pengetahuan lain berkaitan dengan Pemeriksaan investigatif dan penghitungan Kerugian Negara/Daerah.

    5. Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan (SEMA 4/2016)

    A. Rumusan Hukum Kamar Pidana

    6. Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya kerugian Negara;

    Dengan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta norma hukum yang berlaku, bersama ini kami sampaikan bahwa terhadap permohonan pelaksanaan penghitungan kerugian negara (PKN) oleh BPK, apabila sebelumnya telah terdapat laporan hasil PKN yang dilakukan oleh instansi selain BPK, maka terdapat tiga opsi yang secara normatif dapat dipertimbangkan:

    1. Pertama, mengakui hasil perhitungan pihak lain sebagai PKN BPK, namun opsi ini tidak memiliki dasar hukum;

    2. Kedua, menjadikan hasil perhitungan pihak lain sebagai informasi awal yang kemudian ditindaklanjuti dengan PKN secara mandiri oleh BPK; dan

    3. Ketiga, BPK melakukan PKN secara independen tanpa memperhitungkan hasil perhitungan dari pihak lain.

    Dalam hal ini, opsi kedua dan ketiga dapat dilaksanakan sepanjang terdapat permintaan secara tertulis dari pejabat yang berwenang di lingkungan Instansi yang Berwenang kepada Ketua BPK pada tahap penyidikan, dan BPK memiliki dasar hukum yang memadai untuk melaksanakan PKN tersebut.

    Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya yang baik diucapkan terima kasih.

    Disclaimer:

    “Seluruh informasi yang disediakan dalam jawaban adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi”.

     Peraturan 

    Undang-Undang
    Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
     

    Undang-Undang
    Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
    Negara
     

    Undang-Undang
    Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
     

    Peraturan Badan
    Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan Investigatif,
    Penghitungan Kerugian Negara/Daerah, dan Pemberian Keterangan Ahli
     

    Surat Edaran
    Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar
    Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan
     

      

    Artikel 

    Kewenangan Penghitungan Kerugian Negara 

    Siapa Pihak yang
    Menilai Kerugian Keuangan Negara dalam Tipikor?
     

    Penentuan
    Kerugian Keuangan Negara Akibat Penyalahgunaan Kewenangan Pejabat Pemerintah
     

    Kewenangan Badan
    Pengawas Keuangan dan Pembangunan
    (BPKP) dalam Menentukan Kerugian Keuangan Negara pada Kasus Tipikor
     

    Kewenangan Badan
    Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
    Menentukan Unsur Kerugian Negara terhadap Tindak
    Pidana Korupsi
     

    Kewenangan Jaksa
    dalam Menghitung Kerugian Negara pada Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print
    -05/N.9.11.4/Fd.1/12/2017 Hubungannya dengan Sema Nomor
    04 Tahun 2016
     

    Peran Pemberian
    Keterangan Ahli oleh Auditor
    Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia atas
    Penghitungan Kerugian Negara terhadap Putusan
    Hakim dalam Pembuktian Tindak Pidana Korupsi
     

    Kewenangan Badan
    Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
    dalam Menentukan Kerugian Keuangan Negara
     

    Kewenangan Penghitungan Kerugian Negara 

      

    Buku 

    Pertanggungjawaban Atas Kerugian Keuangan Negara Dalam
    Perspektif Hukum Administrasi, Perdata/Bisnis dan Pidana/Korupsi
     

      

    Slide PowerPoint 

    Perhitungan
    Kerugian Negara
     

    Penghitungan
    Kerugian Keuangan Negara di Indonesia
      

  • Apakah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan telah ditetapkan sebagai utang pemerintah daerah oleh BPK dapat langsung dieksekusi untuk pelaksanaan pembayaran kepada pihak Pemohon selaku pemenang gugatan perdata?

    Kami menginformasikan bahwa terkait pertanyaan tersebut agar memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dokumen sebagai berikut: 

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) 

    Pasal 1917

    Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan. 

    Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang sama; dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula. 

    Pasal 1918  

    Suatu putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang yang karena suatu kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya. 

    2. Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (“HIR”) 

    Penjelasan Pasal 195 

    Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu.
    Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya
     

    Dalam hal ini
    tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi
    putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah
    dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.
      

    Pasal 196

    Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama Pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.

    Pasal 197 

    Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan belum juga memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya memberi perintah dengan surat, supaya disita sekalian banyak barang-barang yang tidak tetap dan jika tidak ada, atau ternyata tidak cukup sekian banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan itu sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu. 

    Penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri.

    Apabila panitera berhalangan karena pekerjaan jabatannya atau oleh sebab yang lain, maka ia digantikan oleh seorang yang cakap atau yang dapat dipercaya, yang untuk itu ditunjukkan oleh ketua atau atas permohonan panitera oleh Kepala Daerah, dalam hal penunjukan yang menurut tersebut tadi, ketua berkuasa pula, menurut keadaan bilamana perlu ditimbangnya untuk menghemat biaya berhubung dengan jauhnya tempat penyitaan itu harus dilakukan. 

    Penunjukan orang itu dilakukan dengan menyebutkannya saja atau dengan mencatatnya pada surat perintah yang tersebut pada ayat pertama pasal ini. 

    Panitera itu atau orang yang ditunjukkan sebagai penggantinya membuat berita acara tentang pekerjaannya, dan kepada orang yang disita barangnya itu diberitahukan maksudnya, kalau ia ada hadir. 

    Di waktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu dan salinannya.

    Saksi itu haruslah penduduk Indonesia, telah cukup umurnya 21 tahun dan terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya pada yang melakukan penyitaan itu.

    Penyitaan barang yang tidak tetap kepunyaan orang yang berutang, termasuk juga dalam bilangan itu uang tunai dan surat-surat yang berharga uang dapat juga dilakukan atas barang berwujud, yang ada ditangan orang lain, akan tetapi tidak dapat dijalankan atas hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh dipergunakan menjalankan pencaharian orang yang terhukum itu. 

    Panitera atau orang yang ditunjuk menggantinya, menurut keadaan, dapat meninggalkan barang-barang yang tidak tetap atau sebagian dari itu dalam persimpanan orang yang barangnya disita itu, atau menyuruh membawa sebagian dari barang itu ke satu tempat persimpanan yang patut. Dalam hal pertama, maka ia memberitahukan kepada polisi desa atau polisi kampung, dan polisi itu harus menjaga, supaya jangan ada dari barang itu dilarikan. Opstal Indonesia tidak dapat dibawa ke tempat lain

    3. Rechtreglement voor de Buitengewesten (“Rbg”)

    Pasal 206

    (1) pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat pertama dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut cara yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut.

    (2) Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah hukum jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di tempat itu, maka ketua dapat minta secara tertulis perantaraan jaksa yang bersangkutan. 

    (3) Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua pengadilan negeri yang bersangkutan, juga jika pengadilan negeri ini ada di pulau Jawa dan Madura - ketua ini bertindak serupa jika ternyata pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya. 

    (4) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di Jawa dan Madura, berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat tindakan-tindakan yang dimintakan kepadanya. 

    (5) Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakan-tindakan yang dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya kepada pengadilan negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama. 

    (6) perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim. 

    (7) Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusan-keputusan yang telah diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua pengadilan negeri, diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama. (IR. 195.)

    4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU 14/1985)

    Pasal 34

    Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam Bab IV Bagian Keempat Undang-undang ini.

    Penjelasan Pasal 45 ayat (3)

    Yang dimaksudkan dengan "tidak boleh merugikan pihak yang berperkara" tersebut ayat (3) ialah tidak

    menunda pelaksanaan dan tidak mengubah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

    tetap.

    5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU 22/2002)

    Pasal 2 ayat (1)

    Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah:

    a. putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; 

    b. putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau

    c. putusan kasasi.

    6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004)

    Pasal 1 Angka 9

    Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.

    Pasal 50

    Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:

    a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

    b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;

    c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

    d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;

    e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.

    7. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU 48/2009)

    Pasal 13 

    (1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

    (2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 

    (3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.

    Pasal 24

    (1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.

    (2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.

    Pasal 54

    (1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa.

    (2) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.

    (3) Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan. 

    Pasal 55

    (1) Ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

    (2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    8. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU 30/2014)

    Pasal 18 ayat (3)

    Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:

    a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau

    b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

    9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (PP 8/2006)

    Lampiran I-D

    Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) bertujuan untuk menginformasikan pengungkapan yang diperlukan atas laporan keuangan. 

    V. Pengungkapan-pengungkapan lainnya

    Berisi hal-hal yang mempengaruhi laporan keuangan, antara lain: 

    a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan. 

    b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru 

    c) Kontijensi, yaitu suatu kondisi atau situasi yang belum memiliki kepastian pada tanggal neraca. Misalnya, jika ada tuntutan hukum yang substansial dan hasil akhirnya bisa diperkirakan. Kontijensi ini harus diungkapkan dalam catatan atas neraca.

    d) Komitmen, yaitu bentuk perjanjian dengan pihak ketiga yang harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. 

    e) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan. 

    f) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang harus ditanggulangi pemerintah.

    g) Kejadian penting setelah tanggal neraca (subsequent event) yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkiraan yang disajikan dalam neraca.

    Dengan demikian, berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat kami sampaikan sebagai berikut:

    1. Bahwa putusan hakim merupakan pernyataan tertulis yang diucapkan dalam persidangan oleh hakim sebagai pejabat negara yang berwenang, yang mengikat para pihak sebagai hukum dan memuat perintah untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan sesuai ketentuan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata jo. Pasal 13 UU 48/2009.

    2. Bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 195, 196, dan 197 HIR serta Penjelasan Pasal 2 ayat (1) 

    UU 22/2002, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) merupakan putusan yang tidak lagi dapat dibatalkan melalui upaya hukum biasa dan oleh karenanya wajib dipatuhi serta dilaksanakan oleh para pihak.

    3. Bahwa eksekusi putusan pengadilan dalam perkara perdata dilaksanakan oleh panitera dan juru sita di bawah pimpinan ketua pengadilan, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 195 ayat (1) HIR jo. Pasal 206 ayat (1) Rbg jis. Pasal 54 ayat (2) dan (3) UU 48/2009. Selanjutnya, sesuai Pasal 55 ayat (1) dan (2) UU 48/2009, ketua pengadilan berkewajiban mengawasi eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, dengan tetap mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk larangan penyitaan terhadap aset negara/daerah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 50 UU 1/2004.

    4. Bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap masih dapat diajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, sepanjang didasarkan pada alasan-alasan yang ditentukan dalam Bab IV Bagian Keempat UU 14/1985, tanpa menunda eksekusi maupun mengubah isi putusan yang telah inkracht demi menjaga kepastian dan keadilan hukum bagi para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 dan Penjelasan Pasal 45 ayat (3) UU 14/1985 jo. 

    Pasal 24 UU 48/2009.

    5. Berdasarkan Lampiran I-D PP 8/2006, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap wajib diakui sebagai kewajiban yang memengaruhi laporan keuangan dan dicatat sebagai utang kepada pihak ketiga dalam LKPD Kabupaten Tana Tidung sesuai sistem akuntansi berbasis akrual. Apabila hingga tanggal pelaporan kewajiban tersebut belum dianggarkan atau belum terdapat kepastian pengeluaran sumber daya, maka Pemerintah Daerah dapat mengungkapkannya dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) serta menganggarkannya pada tahun anggaran berikutnya.

    6. Bahwa kewenangan BPK secara konstitusional terbatas pada pelaksanaan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, yang meliputi pemeriksaan keuangan, kinerja, dan tujuan tertentu, tanpa mencakup pemberian pendapat terhadap putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Namun demikian, dalam menjalankan fungsi pengawasannya, BPK tetap memastikan bahwa keputusan dan/atau tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang diperiksa tidak bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU 30/2014.

    Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya yang baik diucapkan terima kasih.

    Disclaimer:

    “Seluruh informasi yang disediakan dalam jawaban adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi”.

     Peraturan 

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 

    Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (HIR) 

    Rechtreglement voor de Buitengewesten (Rbg) 

    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi 

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 

    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
    1985 tentang Mahkamah Agung
     

    Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 

    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan 

    Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
    Pemerintah
     

      

    Artikel 

    Perkembangan Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pemerintah Pasca-Undang-Undang Nomor 30
    Tahun 2014
     

    Peluang Menggunakan Contempt of Court Atasi Masalah Eksekusi Putusan Perdata 

    Mengenai Eksekusi Putusan Perdata oleh Pihak yang Kalah 

    Buku 

    Eksekusi Putusan Perdata: Proses Eksekusi dalam Tataran Teori dan Praktik 

    Buku Hukum Acara Perdata 

    Buku HAP 

  • Bagaimana status pemantauan penyelesaian kerugian negara yang disebabkan oleh eks Bendahara RSUD Nunukan dalam kasus dugaan korupsi anggaran BLUD Covid-19 di RSUD Nunukan, serta apakah informasi ini dilaporkan dan harus ditetapkan oleh Majelis Tuntutan Perbendaharaan (MTP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)?

    Kami menginformasikan bahwa terkait pertanyaan tersebut agar memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dokumen sebagai berikut: 

    1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
    Negara

    Pasal 35 

    (1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
     

    (2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang
    negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.  

    (3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada
    dalam pengurusannya.  

    (4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan negara. 

    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
    Negara

    Pasal 1 Angka 14

    Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/ menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. 

    Pasal 1 Angka 22

    Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 

    Pasal 59

    (1) Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan
    sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

    (2) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut. 

    (3) Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun. 

    Pasal 61

    (1) Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala satuan kerja perangkat daerah kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.  

    (2) Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata
    melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dapat segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia
    mengganti kerugian daerah dimaksud.  

    (3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah,
    gubernur/bupati/ walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan. 

    Pasal 62

    (1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.  

    (2) Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan unsur pidana, Badan Pemeriksa
    Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

    (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan
    pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. 

    Pasal 64

    (1) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai
    sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. 

    (2) Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi. 

    Pasal 65

    Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan. 

    Pasal 66

    (1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti kerugian negara/daerah berada dalam
    pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan. 

    (2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat/yang berwenang mengenai adanya kerugian negara/daerah.  

    Pasal 67

    (1) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan
    milik negara/daerah, yang berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.  

    (2) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk pengelola perusahaan negara/daerah dan
    badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri. 

     3. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara  

    Pasal 2

    Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan ini mengatur tata cara penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara di lingkungan instansi pemerintah/lembaga negara dan bendahara lainnya yang mengelola keuangan negara. 

    Pasal 3

    Informasi tentang kerugian negara dapat diketahui dari:  

    a. Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.  

    b. Pengawasan aparat pengawasan fungsional.  

    c. Pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan kerja.  

    d. Perhitungan ex officio. 

    Pasal 4

    (1) Pimpinan instansi wajib membentuk TPKN.  

    (2) TPKN terdiri dari: 

    a. Sekretaris jenderal/kepala kesekretariatan badan-badan lain/sekretaris daerah provinsi/kabupaten/kota sebagai ketua; 

    b. Inspektur jenderal/kepala satuan pengawasan internal/inspektur provinsi/kabupaten/kota sebagai wakil ketua; 

    c. Kepala biro/bagian keuangan/kepala badan pengelola keuangan daerah sebagai sekretaris; 

    d. Personil lain yang berasal dari unit kerja di bidang pengawasan, keuangan, kepegawaian, hukum, umum, dan bidang lain terkait sebagai
    anggota; 

    e. Sekretariat 

    Pasal 6

    (1) TPKN bertugas membantu pimpinan instansi dalam memproses penyelesaian kerugian negara terhadap bendahara yang pembebanannya akan
    ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.  

    (2) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), TPKN menyelenggarakan fungsi untuk:  

    a. menginventarisasi kasus kerugian negara yang diterima;  

    b. menghitung jumlah kerugian negara;  

    c. mengumpulkan dan melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung bahwa bendahara telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja
    maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara;  

    d. menginventarisasi harta kekayaan milik bendahara yang dapat dijadikan sebagai jaminan penyelesaian kerugian negara;  

    e. menyelesaikan kerugian negara melalui SKTJM;  

    f. memberikan pertimbangan kepada pimpinan instansi tentang kerugian negara sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menetapkan pembebanan sementara;  

    g. menatausahakan penyelesaian kerugian negara;  

    h. menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian kerugian negara kepada pimpinan instansi dengan tembusan disampaikan kepada Badan
    Pemeriksa Keuangan. 

    Pasal 7

    (1) Atasan langsung bendahara atau kepala satuan kerja wajib melaporkan setiap kerugian negara kepada pimpinan instansi dan memberitahukan
    Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara diketahui.  

    (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi sekurang-kurangnya dengan dokumen Berita Acara Pemeriksaan
    Kas/Barang.  

    (3) Bentuk dan isi surat pemberitahuan kepada Badan Pemeriksa Keuangan tentang kerugian negara dibuat sesuai dengan Lampiran I. 

    Pasal 8

    Pimpinan instansi segera menugaskan TPKN untuk menindaklanjuti setiap kasus kerugian negara selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1). 

    Pasal 11

    (1) TPKN melaporkan hasil verifikasi dalam Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara dan menyampaikan kepada pimpinan instansi.  

    (2) Pimpinan instansi menyampaikan Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Badan Pemeriksa
    Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterima dari TPKN dengan dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). 

    Pasal 12

    (1) Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan atas laporan kerugian negara berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) untuk menyimpulkan telah terjadi kerugian negara yang meliputi nilai kerugian negara, perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, dan penanggung jawab.  

    (2) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terbukti ada perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Badan
    Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM.  

    (3) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun
    lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan dikeluarkan dari Daftar kerugian negara. 

    Pasal 13

    Pimpinan instansi memerintahkan TPKN mengupayakan agar bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat dari Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). 

    Pasal 15

    (1) Penggantian kerugian negara dilakukan secara tunai selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja sejak SKTJM ditandatangani.  

    (2) Apabila bendahara telah mengganti kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), TPKN mengembalikan bukti kepemilikan
    barang dan surat kuasa menjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) 

    Pasal 17

    (1) TPKN melaporkan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada
    pimpinan instansi.  

    (2) Pimpinan instansi memberitahukan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian
    negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan TPKN. 

    Pasal 20

    (1) Dalam hal SKTJM tidak diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, pimpinan instansi mengeluarkan surat keputusan
    pembebanan sementara dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM.  

    (2) Pimpinan instansi memberitahukan surat keputusan pembebanan sementara kepada Badan Pemeriksa Keuangan.  

    (3) Bentuk dan isi surat keputusan pembebanan sementara dibuat sesuai dengan Lampiran IV. 

    Pasal 22

    (1) Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan SK PBW (Penetapan Batas Waktu) apabila:  

    a. Badan Pemeriksa Keuangan tidak menerima Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara dari pimpinan instansi sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 11 ayat (2); dan  

    b. Berdasarkan pemberitahuan pimpinan instansi tentang pelaksanaan SKTJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), ternyata
    bendahara tidak melaksanakan SKTJM.  

    (2) SK PBW sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada bendahara melalui atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan
    kerja dengan tembusan kepada pimpinan instansi dengan tanda terima dari bendahara.  

    (3) Tanda terima dari bendahara disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan oleh atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan
    kerja selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak SK PBW diterima bendahara.

    (4) Bentuk dan isi SK PBW dibuat sesuai dengan Lampiran V. 

    Pasal 25

    (1) Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat keputusan pembebanan apabila: 

    a. jangka waktu untuk mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 telah terlampaui dan bendahara tidak mengajukan
    keberatan; atau  

    b. bendahara mengajukan keberatan tetapi ditolak; atau  

    c. telah melampaui jangka waktu 40 (empat puluh) hari sejak ditandatangani SKTJM namun kerugian negara belum diganti sepenuhnya.  

    (2) Bentuk dan isi surat keputusan pembebanan dibuat sesuai dengan Lampiran VI. 

    Pasal 42

    (1) Putusan hakim yang menjatuhkan hukuman terhadap seorang bendahara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dijadikan bukti
    tentang perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai dalam proses tuntutan penggantian kerugian negara. 

    (2) Dalam hal nilai penggantian kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berbeda dengan
    nilai kerugian negara dalam surat keputusan pembebanan, maka kerugian negara wajib dikembalikan sebesar nilai yang tercantum dalam surat keputusan pembebanan.  

    (3) Apabila sudah dilakukan eksekusi atas putusan pengadilan untuk penggantian kerugian negara dengan cara disetorkan ke kas negara/daerah,
    pelaksanaan surat keputusan pembebanan diperhitungkan sesuai dengan nilai penggantian yang sudah disetorkan ke kas negara/daerah. 

    Dengan demikian, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, sepanjang terdapat informasi terkait adanya kerugian negara oleh bendahara, maka sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007, atasan langsung bendahara atau kepala satuan kerja wajib melaporkan kerugian negara oleh bendahara dimaksud kepada pimpinan instansi dan memberitahukan kepada BPK. Adapun berdasarkan Pasal 42 ayat (2) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007, dalam hal nilai penggantian kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berbeda dengan nilai kerugian negara dalam surat keputusan pembebanan, maka kerugian negara wajib dikembalikan sebesar nilai yang tercantum dalam surat keputusan pembebanan. 

    Demikian kami
    sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya yang baik diucapkan terima kasih. 

     Disclaimer: 

    “Seluruh
    informasi yang disediakan dalam jawaban adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi”. 

     

    Peraturan 

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara  

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara  

    Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara  

  • Adapun yang ingin saya tanyakan terkait rekomendasi yang dituangkan dalam LHP BPK apakah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan mengikat? Dan apabila tidak ditindaklanjuti akan berdampak seperti dijatuhi sanksi berupa sanksi administratif bagi yang bersangkutan atau indikasi adanya unsur pidana? Mohon dapat diberikan penjelasan. Terima Kasih

    Kami menginformasikan bahwa terkait pertanyaan tersebut agar memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dokumen sebagai berikut: 

    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 

    Pasal 1 butir 14
    Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 

    Pasal 183
    Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepadaseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah iamemperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwaterdakwalah yang bersalah melakukannya. 

    Pasal 184 ayat (1)
    Alat bukti yang sah ialah:
    a. keterangan saksi;
    b. keterangan ahli;
    c. surat;
    d. petunjuk;
    e. keterangan terdakwa.
     

    2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 

    Pasal 20
    (1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
    (2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentangtindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
    (3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikankepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasilpemeriksaan diterima.
    (4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimanadimaksud pada ayat (1).
    (5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
    (6) BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksudpada ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester. 

    Pasal 26 ayat (2)
    Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untukmenindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaansebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah). 

    Penjelasan Pasal 20 ayat (1)
    Tindak lanjut atas rekomendasi dapat berupapelaksanaan seluruh atau sebagian dari rekomendasi. Dalam hal sebagian atauseluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan, pejabat wajib memberikan alasanyang sah. 

    Penjelasan Pasal 20 ayat (4)
    Dalam rangka pemantauan sebagaimana dimaksudpada ayat ini, BPK menatausahakan laporan hasil pemeriksaan danmenginventarisasi permasalahan, temuan, rekomendasi, dan/atau tindak lanjutatas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Selanjutnya BPK menelaahjawaban atau penjelasan yang diterima dari pejabat yang diperiksa dan/atauatasannya untuk menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan. 

    3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan 

    Pasal 8 ayat (1)
    Untuk keperluan tindak lanjuthasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK menyerahkanpula hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur,Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. 

    Pasal 8 ayat (2)
    Tindak lanjut hasilpemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulisoleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK. 

    Pasal 8 ayat (5)
    BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasilpemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), danhasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, sertaPemerintah. 

    4. Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 

    Amar Menimbang
    Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusionalbersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan“bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1)KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. 

    5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023tentang Aparatur Sipil Negara 

    Pasal 29 ayat (1) huruf e
    Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahandalam pembinaan Pegawai ASN dapat mendelegasikankewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabatselain pejabat pimpinan tinggi utama, selain pejabat pimpinan tinggi madya, danselain pejabat fungsional tertinggi kepada: e. bupati/walikota dikabupaten/kota. 

    Pasal 30
    (1) Presiden dapat mendelegasikankewenangan pembinaan Manajemen ASN kepada Pejabat yang Berwenang dikementerian, sekretaris jenderal/sekretariat lembaga negara, sekretariatlembaga nonstruktural, sekretaris daerah provinsi dan kabupaten/kota. (2) Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalammenjalankan fungsi Manajemen ASN di Instansi Pemerintah berdasarkan SistemMerit dan berkonsultasi dengan Pejabat Pembina Kepegawaian di instansimasing-masing. (3) Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikanrekomendasi usulan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansimasing-masing. (4) Pejabat yang Berwenang mengusulkan pengangkatan, pemindahan, danpemberhentian Pegawai ASN selain: a. pejabat pimpinan tinggi utama; b. pejabat pimpinan tinggi madya; dan c. pejabat fungsional tertinggi. kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing. 

    6. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2017 tentang PemantauanPelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan PemeriksaKeuangan 

    Pasal 3
    (1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam hasil pemeriksaansetelah hasil pemeriksaan diterima. (2) Tindak lanjut atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupajawaban atau penjelasan atas pelaksanaan tindak lanjut yang dilampiri dengandokumen pendukung. (3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikankepada BPK paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaanditerima. 

    Pasal 5
    (1) Dalam hal tindak lanjut atas rekomendasi tidak dapat dilaksanakan dalamjangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pejabat wajibmemberikan alasan yang sah.
    (2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. keadaan kahar, yaitu suatu keadaan peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan gangguan lainnya yang mengakibatkan tindak lanjut tidak dapat dilaksanakan; b. sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; c. menjadi tersangka dan ditahan; d. menjadi terpidana; atau e. alasan sah lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak membebaskanPejabat dari kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan.
    (4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)Pejabat tidak menindaklanjuti rekomendasi tanpa adanya alasan yang sah, BPKdapat melaporkan kepada instansi yang berwenang. 

    Pasal 8
    (1) Untuk menentukan klasifikasi tindak lanjut telah sesuai denganrekomendasi atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti, diperlukanpersetujuan Anggota BPK atau Pelaksana di lingkungan BPK yang diberikanwewenang. (2) Tanggung jawab administratif Pejabat untuk menindaklanjuti rekomendasidianggap selesai apabila klasifikasi tindak lanjut telah sesuai denganrekomendasi atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti. 

    Pasal 10
    Penyelesaian tindak lanjuttidak menghapuskan tuntutan pidana. 

    7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor15 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahTahun Anggaran 2024 

    Lampiran huruf C nomor 3.a.1).h).(7).(b).iii.
    Pemberian sanksi administratif berupa penundaan pembayaran TPP dalam halASN penerima TPP tidak patuh dalam pelaporan Laporan Harta KekayaanPenyelenggara Negara (LHKPN), menguasai atau memanfaatkan aset milik/dikuasaiPemerintah Daerah secara tidak sah, dan/atau belum menyelesaikan kerugiannegara/daerah berdasarkan hasil audit dan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) atau Inspektorat/APIP; 

    8. Keputusan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/JasaPemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2022 

    Lampiran II angka II huruf I nomor 1
    LKPP atau Pengelola KatalogElektronik dapat mencabut status sebagai Penyedia Katalog Elektronik secarasepihak apabila: 1.rekomendasi dan/atau hasilpemantauan/evaluasi/audit/reviu/pemeriksaan yang dilakukan Badan PemeriksaKeuangan (BPK)/Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)/AparatPengawasan Intern Pemerintah (APIP)/Aparat Penegak Hukum berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku yang merekomendasikan untuk mencabut statussebagai Penyedia Katalog Elektronik; 

    Dengan demikian, memedomani peraturan perundang-undangan tersebut di atas, BPK hanya berwenang untuk memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah. Sedangkan terkait dengan pengenaan sanksi administratif dan indikasi tindak pidana tidak ditindaklanjutinya rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK, maka hal tersebut di luar daripada kewenangan BPK. 

    Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya yang baik diucapkan terima kasih. 

     Disclaimer: “Seluruh informasi yang disediakan dalam jawaban adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi”. 

    Peraturan
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
    Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan danTanggung Jawab Keuangan Negara
    Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara
    Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan
    Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
    Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2023tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2024
    Keputusan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2022 

    Putusan Pengadilan
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 

    Artikel
    Follow Up Report of Examination Result Of Supreme Audit Agency For State Financial Management
    Follow-up Analysis of Financial Management Examination Results within the General Election Supervisory Board of Maluku Province 

    Buku
    Penjelasan Hukum (Restatement) tentang Bukti Permulaan Yang Cukup  

  • Dengan keluarnya putusan MA terkait pembatalan Perpres Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perjalanan Dinas DPRD dengan pembayaran lumpsum, dalam pelaksanaannya apakah harus menunggu keputusan penarikan Perpres Nomor 53 Tahun 2023 dengan turunannya atau Perpres Nomor 53 Tahun 2023 dan turunannya akan gugur dengan sendirinya setelah putusan MA tersebut?

    Kami menginformasikan bahwa terkait pertanyaan tersebut agar memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dokumen sebagai berikut: 

    1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

    Pasal 31A ayat (10)
    Ketentuan mengenai tata cara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diatur dengan Peraturan Mahkamah
    Agung.
     

    2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah beberapa
    kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011)

    Pasal 7 ayat (1)
    Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
    a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
    c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
    d. Peraturan Pemerintah;
    e. Peraturan Presiden;
    f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
    g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 

    Pasal 7 ayat (2)
    Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Penjelasan Pasal 7 ayat (2)
    Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 

    3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang

    Pasal 250 ayat (1)
    Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. 

    Pasal 251 ayat (1)
    Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri. 

    Pasal 251 ayat (2)
    Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 

    4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
    menjadi Undang-Undang
     

    Pasal 18 ayat (3)
    Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
    a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
    b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

    Pasal 68 ayat (1)
    Keputusan berakhir apabila:
    a. habis masa berlakunya;
    b. dicabut oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang;
    c. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang atau berdasarkan putusan
    Pengadilan; atau

    d. diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 

    5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

    Pasal 141 ayat (1)
    Setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. 

    6. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

    Pasal 8 ayat (2)
    Dalam hal 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan Mahkamah Agung tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.    

    7. Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional (Perpres 53/2023)

    Pasal 3A ayat (2)
    Pertanggungjawaban perjalanan dinas dalam negeri bagi pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilakukan secara lumpsum dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, kepatutan, kewajaran, dan akuntabel. 

    Pasal II
    Ketentuan mengenai pertanggungjawaban perjalanan dinas dalam negeri bagi pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara lumpsum digunakan paling lambat tahun anggaran 2024. 

    8. Surat Panitera Mahkamah Agung Nomor 17/P.PTS/VII/2024/12 P/HUM/2024 tanggal 10 Juli 2024 perihal Pengiriman Putusan Perkara Hak Uji Materiil Reg. No. 12 P/HUM/2024 kepada Eko Sentosa dan Presiden Republik Indonesia

    Bersama ini dikirimkan kembali kepada Saudara, salinan sah Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 12 P/HUM/2024 mengenai Permohonan keberatan Hak Uji Materiil terhadap: "Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional" yang telah diputus pada tanggal 11 Juni 2024 dalam perkara permohonan keberatan yang diajukan oleh:   

    EKO SENTOSA 

    Lawan 

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 

    Demikian untuk diketahui seperlunya. 

    9. Putusan Mahkamah Agung Nomor 12P/HUM/2024

    Amar Putusan (MENGADILI)
    Diktum KEDUA 

    Menyatakan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu: 

    1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
    2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
    3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
    4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
    5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan
    6. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
    dan karenanya tidak sah atau tidak berlaku untuk umum; 

    Diktum KETIGA
    Memerintahkan kepada Termohon untuk mencabut Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional;  

    Dengan demikian, selain memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, sesuai dengan kewenangan dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah kabupaten/kota, kami menyarankan terkait dengan permasalahan Saudara agar
    dikoordinasikan kepada Gubernur sebagai wakil dari Pemerintah Pusat di daerah.
     

    Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya yang baik diucapkan terima kasih. 

    Disclaimer:
    “Seluruh informasi yang disediakan dalam jawaban adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi”. 

    Putusan Pengadilan
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 P/HUM/2024 

    Peraturan
    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
    Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional
    Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
    Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil 

    Matriks Perbandingan Peraturan
    Matriks Perbandingan Perpres tentang Standar Harga Satuan Regional 

    Berita
    Biaya Perjalanan Dinas DPRD Secara Lumpsum Ternyata Melanggar Aturan

    Buku
    Pengelolaan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD  

BPK Kaltara dan Ombudsman RI Kaltara Perkuat Sinergi Pengawasan Pelayanan Publik dan Tata Kelola Pemerintahan

Tarakan, 20 Juni 2025 – Dalam upaya memperkuat integritas tata kelola pemerintahan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara melakukan kunjungan kerja ke Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Utara. Kunjungan ini disambut langsung oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Utara beserta jajaran, menandai komitmen bersama untuk mempererat kolaborasi pengawasan yang strategis dan berkelanjutan.

Pertemuan kedua institusi ini menjadi forum diskusi konstruktif terkait penguatan pelayanan publik yang dijalankan oleh BPK Perwakilan Kaltara, termasuk penguatan elemen-elemen pendukung dalam pencapaian predikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Selain membahas capaian dan tantangan aktual, dialog juga mencakup strategi bersama dalam merespons aduan masyarakat serta menindaklanjuti hasil temuan terkait potensi maladministrasi yang memiliki dampak terhadap keuangan negara dan daerah.
Dalam konteks kelembagaan, BPK dan Ombudsman RI memiliki mandat konstitusional yang berbeda namun saling menguatkan. BPK fokus pada pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sedangkan Ombudsman bertugas mengawasi kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, integrasi kerja antara keduanya menjadi peluang emas dalam membangun sistem pengawasan yang menyeluruh—dari aspek anggaran hingga pelayanan kepada masyarakat.

Berbagai inisiatif kolaboratif pun mengemuka, seperti pertukaran data hasil audit yang mengandung unsur maladministrasi, penyusunan rekomendasi sistemik guna pencegahan korupsi, pelaksanaan sosialisasi bersama tentang hak publik dan akuntabilitas keuangan negara, hingga koordinasi dalam menindaklanjuti laporan masyarakat yang berkaitan dengan kerugian keuangan akibat buruknya layanan publik.
Pertemuan yang berlangsung dalam suasana konstruktif ini dihadiri oleh jajaran pimpinan kedua lembaga. Dari Ombudsman RI Perwakilan Kaltara hadir Kepala Perwakilan, Maria Ulfa, S.E., M.Si., didampingi oleh Dita Mellyanika, S.Sos., M.Si. selaku Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan, Rahmah, S.ST. sebagai Asisten Pencegahan Maladministrasi, dan Rizwan, S.E. dari Asisten Pemeriksaan Laporan. Sementara itu, BPK Perwakilan Kaltara diwakili oleh Okta Anantyo Prasetyo, S.E., Ak., M.Ak., CA (Kasubbag Humas dan TU Kalan), Baren Sipayung, S.H., M.A.P., M.H., C.L.A., CRMP (Kasubbag Hukum), Ahmad Fahreza, S.T. (Petugas PIK), serta Arya Pringgadani (Petugas Keprotokoleran).

Dalam pertemuan tersebut, Ombudsman RI Kalimantan Utara juga menyatakan dukungan penuh terhadap langkah BPK Perwakilan Kalimantan Utara dalam mewujudkan predikat WBBM tahun 2025, sebagai wujud nyata reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan.

Sinergi ini menegaskan pentingnya peran pengawasan eksternal yang komprehensif sebagai fondasi utama dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, responsif, dan terpercaya, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga negara yang bekerja untuk kepentingan masyarakat luas.

Editor: Tim Publikasi BPK Kaltara

BPK Kaltara Selenggarakan Workshop Percepatan Penyelesaian TP/TGR dan Pengurusan Piutang Daerah sebagai Bagian dari Inovasi KOPI HITAM dan Komitmen Pembangunan WBBM
BPK Kaltara Selenggarakan Workshop Percepatan Penyelesaian TP/TGR dan Pengurusan Piutang Daerah sebagai Bagian dari Inovasi KOPI HITAM dan Komitmen Pembangunan WBBM

Tarakan, 17–18 Juni 2025 – BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara sukses menyelenggarakan Workshop Percepatan Penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Kerugian Daerah dan Pengurusan Piutang Daerah, sebagai bagian dari implementasi program strategis KOPI HITAM (Kolaborasi Peduli Hukum dan Informasi Hukum yang Transparan untuk Masyarakat). Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari ini bertempat di Auditorium BPK Kaltara dan dihadiri oleh lebih dari 100 peserta yang terdiri dari pejabat BPK, Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD), Majelis Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Daerah (MPPKD), serta perwakilan Biro dan Bagian Hukum dari Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota di wilayah Kalimantan Utara.

Workshop ini menjadi forum strategis dalam mengintegrasikan pemahaman regulatif dan teknis mengenai penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Kerugian Daerah (TP/TGR) dan pengelolaan piutang daerah. Materi disampaikan langsung oleh narasumber dari Badan Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara BPK dan Kanwil DJKN Kaltimtara. Selain pemaparan materi, sesi diskusi interaktif turut memperkuat sinergi antarpemangku kepentingan dalam rangka mendorong tata kelola keuangan daerah yang transparan, akuntabel, dan berintegritas.

Workshop ini diawali dengan sambutan oleh Ketua Panitia, Bapak Baren Sipayung, S.H., M.A.P., M.H., C.L.A., CRMP, yang kemudian dilanjutkan dengan sambutan resmi dari Kepala BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara, Bapak Dwi Sabardiana, S.E., M.A., CFrA, CSFA, ERMCP, yang diwakili oleh Ibu Nursiska Ria, S.E., MAA., Ak., CA, CSFA, selaku Kepala Bidang Pemeriksaan Kalimantan Utara sekaligus bertindak sebagai moderator dalam acara ini. Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian Materi I bertajuk “Tata Cara Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah terhadap Bendahara” oleh Bapak Ali Nugroho, S.H., M.H., selaku Kepala Bidang Kepaniteraan Kerugian Negara II pada Badan Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara BPK, serta Materi II bertajuk “Optimalisasi Pengurusan Piutang Daerah di setiap Entitas Pemeriksaan di Wilayah Kalimantan Utara” yang disampaikan oleh Bapak Agus Eko Putro, S.E., selaku Kepala Seksi Piutang Negara I, Bidang Piutang Negara, Kanwil DJKN Kaltimtara, dan diakhiri dengan sesi diskusi interaktif sebagai wadah pertukaran informasi hukum dan solusi aplikatif antar peserta.

Lebih dari sekadar agenda rutin, workshop ini menegaskan komitmen BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara dalam pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), khususnya melalui kehadiran dan peran aktif Task Force Kepaniteraan Majelis Tuntutan Perbendaharaan (TF Kepaniteraan MTP) BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara. TF Kepaniteraan MTP ini telah menjadi motor penggerak dalam akselerasi penyelesaian perkara TP/TGR, dengan menerapkan prinsip profesionalisme, dokumentasi tertib, dan kolaborasi antara aspek teknis dan yuridis.
Melalui program KOPI HITAM, BPK Kaltara tidak hanya menguatkan fungsi pengawasan keuangan negara secara normatif, tetapi juga mendorong partisipasi aktif, transparansi, dan keterlibatan publik dalam pengelolaan kerugian daerah dan piutang pemerintah. Seluruh rangkaian kegiatan workshop ini diharapkan menjadi katalisator dalam membangun sistem pengelolaan keuangan daerah yang bersih, efisien, dan bermanfaat nyata bagi masyarakat.

Editor: Tim Publikasi BPK Kaltara

BPK Kaltara Perkuat Komitmen WBBM melalui Transfer Knowledge ke BSPJI Samarinda

TARAKAN – Dalam rangka memperkuat komitmen dan mengakselerasi Pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara melaksanakan kunjungan kerja ke Kantor Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BSPJI) di Samarinda. Kegiatan koordinasi dan transfer knowledge ini berlangsung pada hari Rabu, 4 Juni 2025.

Kunjungan ini merupakan langkah strategis BPK Kaltara untuk mempelajari secara langsung implementasi dan strategi dari instansi yang telah berhasil meraih predikat WBBM. BSPJI Samarinda dipilih sebagai rujukan utama karena rekam jejaknya yang telah terbukti berhasil meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) pada tahun 2019 dan WBBM pada tahun 2021.

Perwakilan BPK Kaltara, yang diwakili oleh Kepala Subbagian Hukum Baren Sipayung, diterima langsung oleh pimpinan dan Tim ZI BSPJI Samarinda, antara lain Kepala Subbagian Tata Usaha Paluphy Eka Yustini, Pejabat Fungsional Muda Yuni Adiningsih, dan Ketua Tim Pokja PJI Imam Mashuri. Dalam pertemuan tersebut, pihak BSPJI Samarinda memaparkan bahwa keberhasilan mereka merupakan buah dari proses yang sistematis dan berkesinambungan sejak tahun 2016.

Fokus utama dari diskusi adalah pendalaman enam area perubahan yang menjadi pilar utama dalam pembangunan ZI, yaitu: Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan Pengawasan, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.

Selain diskusi mendalam, kegiatan juga diselingi dengan kunjungan lapangan untuk melihat secara langsung penerapan inovasi layanan publik berbasis digital di unit layanan BSPJI. Pada akhir sesi, BSPJI Samarinda menyerahkan sejumlah dokumen pendukung yang digunakan selama proses pembangunan ZI, seperti SK Tim ZI, Rencana Strategis, dan SOP layanan, untuk menjadi acuan bagi BPK Kaltara.
Melalui kegiatan transfer knowledge ini, BPK Kaltara berhasil mendapatkan pemahaman komprehensif, dokumen acuan, serta identifikasi praktik-praktik terbaik yang dapat direplikasi. BPK Kaltara berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil pembelajaran ini, terutama dalam mengadopsi prinsip tata kelola yang efektif, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan demikian, BPK Kaltara optimis dapat mewujudkan birokrasi yang tidak hanya bersih dari praktik KKN, tetapi juga mampu memberikan pelayanan publik yang profesional, akuntabel, dan berorientasi pada hasil.

BPK Kaltara Serahkan Qurban Tahun 1446 H/2025 melalui Lembaga Inisiatif Zakat Indonesia Provinsi Kalimantan Utara
BPK Kaltara Serahkan Qurban Tahun 1446 H/2025 melalui Lembaga Inisiatif Zakat Indonesia Provinsi Kalimantan Utara

Tarakan, 3 Juni 2025 – Dalam rangka menyambut Hari Raya Iduladha 1446 Hijriah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara menyalurkan hewan qurban melalui Lembaga Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) Provinsi Kalimantan Utara sebagai bentuk kepedulian dan semangat berbagi kepada sesama.

Penyerahan satu ekor sapi qurban dilakukan secara simbolis pada Selasa (3/6) oleh Kepala Subbagian Umum dan TI selaku Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Baitul Hasib BPK Kaltara, Afif Qudratullah, S.Sos.I., M.Si., didampingi oleh Kepala Subbagian Humas dan Tata Usaha, Okta Anantyo Prasetyo, S.E., Ak., M.Ak., CA, dan Kepala Subbagian Keuangan, Rita Anugrahwati, S.E., M.M., QIA, CertDA.

Dalam sambutannya, Afif Qudratullah menyampaikan bahwa penyaluran hewan qurban melalui IZI merupakan wujud sinergi antara lembaga negara dan lembaga sosial untuk memperluas manfaat qurban kepada masyarakat yang membutuhkan.

“Penyerahan hewan qurban ini merupakan bentuk kepedulian sosial insan BPK Kaltara kepada masyarakat, khususnya mereka yang berada di daerah terpencil. Melalui IZI, kami berharap hewan qurban ini dapat didistribusikan secara tepat sasaran dan penuh keberkahan,” ujarnya.

Kepala Perwakilan IZI Kalimantan Utara, Reza Fahriza, S.T., menyampaikan apresiasi atas kepercayaan yang diberikan oleh BPK Kaltara dan menegaskan komitmen lembaganya dalam menyalurkan amanah dengan transparan dan akuntabel.

“Kami sangat berterima kasih atas kepercayaan dari BPK Kaltara. Insya Allah, hewan qurban ini akan kami salurkan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, khususnya di wilayah pelosok Kalimantan Utara yang selama ini jarang tersentuh bantuan qurban,” tutur Reza.

Melalui kegiatan ini, BPK Kaltara ingin menegaskan kembali peran lembaga sebagai bagian dari elemen negara yang tidak hanya menjalankan fungsi pemeriksaan keuangan, tetapi juga hadir untuk memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas. Nilai-nilai integritas, independensi, dan profesionalisme yang dijunjung tinggi BPK juga diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial yang berdampak langsung.

Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya memperkuat nilai-nilai sosial, kemanusiaan, dan spiritual dalam kehidupan bermasyarakat, sekaligus mempererat kolaborasi antara institusi pemerintah dan lembaga zakat di daerah.

Editor: Tim Publikasi BPK Kaltara

BPK Kalimantan Utara Gelar Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2025
BPK Kalimantan Utara Gelar Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2025

Tarakan, 2 Juni 2025 – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara menyelenggarakan Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila pada Senin (2/6) di halaman kantor BPK Kaltara di Tarakan. Upacara ini diikuti oleh seluruh pegawai sebagai bentuk komitmen terhadap pengamalan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Upacara dimulai tepat pukul 08.00 WITA dan berlangsung khidmat. Bertindak sebagai Inspektur Upacara adalah Baren Sipayung S.H., M.A.P., M.H., C.L.A., CRMP didampingi Komandan Upacara Fernando Silalahi S.E., Ak., M.I.Kom., CA, CFrA. Turut hadir juga pada kegiatan tersebut Pemeriksa Ahli Muda Kurnia Setiawan Sutarto S.E, M.M., Ak., CA dan Suryanta Perangin-Angin S.T., M.M., CFrA.

Teks Pancasila dibacakan oleh Luis Leonardo, dan pembukaan UUD 1945 oleh Ananda Rizqullah Hast, serta bertugas sebagai pembaca doa adalah Fitrian Rezeki Rahmatullah.

Dalam amanatnya, Inspektur Upacara Baren Sipayung membacakan pidato Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia yang menekankan pentingnya menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup dalam segala bidang. Ia menyampaikan:

“Pancasila bukan sekadar dokumen historis atau teks normatif yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945. Ia adalah jiwa bangsa, pedoman hidup bersama, serta bintang penuntun dalam mewujudkan cita-cita Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”

Lebih lanjut, ia juga mengajak seluruh peserta untuk menjaga semangat kebersamaan dan toleransi:

“Pancasila adalah rumah besar bagi keberagaman Indonesia. Ia mempersatukan lebih dari 270 juta jiwa dari latar belakang yang berbeda. Kebinekaan bukanlah alasan untuk terpecah, melainkan kekuatan untuk bersatu.”

Upacara ini juga melibatkan tim pengibar bendera dan petugas upacara lainnya yang telah ditunjuk berdasarkan Instruksi Kepala Perwakilan. Bertugas sebagai Koordinator Upacara adalah Ahmad Fahreza.

Inspektur Upacara Baren Sipayung menegaskan bahwa Peringatan Hari Lahir Pancasila bukan hanya rutinitas seremonial, tetapi momen untuk memperkuat komitmen dalam menjunjung tinggi nilai-nilai dasar negara dalam setiap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai abdi negara.

Seluruh peserta hadir dalam seragam resmi BPK sesuai ketentuan, dan melakukan presensi online sebagai bagian dari dokumentasi kehadiran. Bila terjadi hujan, panitia telah menyiapkan opsi pelaksanaan di dalam gedung kantor.

Melalui momen ini, BPK Kalimantan Utara menegaskan kembali komitmennya untuk terus membumikan Pancasila dalam pelaksanaan tugas pengawasan keuangan negara demi terwujudnya Indonesia yang adil dan sejahtera.

 Editor: Tim Publikasi BPK Kaltara

BPK Kaltara Serahkan LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2024 pada Sidang Paripurna DPRD Provinsi Kalimantan Utara
BPK Kaltara Serahkan LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2024 pada Sidang Paripurna DPRD Provinsi Kalimantan Utara

Tanjung Selor, 2 Juni 2025 – Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara (BPK Kaltara) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2024. Kepala Badan Perencanaan, Evaluasi, dan Kebijakan Pemeriksaan Keuangan Negara (Badan Renvaja) BPK RI, Novy Gregory Antonius Pelenkahu MBA., Ak., CA., CFrA., CSFA, CPA, CIAE menyerahkan LHP atas LKPD Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2024 pada acara Rapat Paripurna Penyerahan LHP BPK di Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Utara kepada Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Utara H. Achmad Djufrie SE., MM. dan Gubernur Kalimantan Utara Dr. H. Zainal A. Paliwang, SH., M.Hum.

Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan dilakukan oleh Kepala Badan Perencanaan, Evaluasi, dan Kebijakan Pemeriksaan Keuangan Negara (Kaban Renvaja) BPK RI, Novy Gregory Antonius Pelenkahu, MBA., Ak., CA., CFrA., CSFA, CPA, CIAE, yang hadir mewakili Pimpinan BPK RI dan Anggota VI BPK RI.

BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2022 sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2024, termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2024, dimana opini merupakan prestasi yang diperoleh sejak 2015.

Kepala Badan Perencanaan, Evaluasi, dan Kebijakan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI, Novy Gregory Antonius Pelenkahu, menyatakan bahwa pencapaian opini WTP merupakan hasil dari sinergi dan komitmen seluruh pemangku kepentingan. “Pencapaian opini WTP merupakan prestasi yang patut dibanggakan sekaligus disyukuri, karena mencerminkan konsistensi dan komitmen kuat dalam menjaga akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah,” ujarnya.

BPK masih menemukan beberapa permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti oleh Gubernur Kalimantan Utara beserta jajaran, paling lambat 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan ini diterima, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

BPK juga menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah (IHPD) tahun 2024 yang memuat informasi ringkasan hasil pemeriksaan pada pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah dilaksanakan BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2024 dan Informasi hasil pemantauan atas tindak lanjut rekomendasi LHP BPK dan penyelesaian ganti kerugian daerah.

Selain LHP, BPK RI juga menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah (IHPD) Tahun 2024, sebagai bentuk dukungan dalam memperkuat pembinaan dan pengawasan. “IHPD ini kami sampaikan sebagai bentuk dukungan dalam mendorong peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk memperkuat fungsi pembinaan kepada pemerintah kabupaten/kota,” jelas Kaban Renvaja BPK RI.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Diketahui bahwa salah satu Indikator perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih dibawah rata-rata nasional dengan peringkat ke-24. Dengan kondisi tersebut kami berharap Pencapaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian akan semakin bermakna apabila diikuti dengan peningkatan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di wilayah Kalimantan Utara.

Berdasarkan data pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, sampai dengan Laporan Pemantauan Semester II Tahun 2024, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara telah menindaklanjuti 221 rekomendasi dari 249 rekomendasi atau 88,76% dari keseluruhan rekomendasi periode 2015 – 2024. Dengan demikian masih terdapat 28 rekomendasi (11,24%) yang harus menjadi prioritas untuk segera ditindaklanjuti.

Terkait raihan WTP ini, Gubernur Provinsi Kaltara, Zainal A. Paliwang mengatakan capaian WTP ini merupakan bukti Pemprov Kaltara mampu menjaga akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah secara berkelanjutan.

“Ini menjadi komitmen kita dalam mengelolah anggaran yang sebaik mungkin, agar APBD Kaltara dapat secara transparan kita gunakan untuk membangun daerah. Di tahun depan kita juga akan mengupayakan hal yang sama, karena APBD selalu kita gunakan secara tepat sasaran yang memiliki azas manfaat bagi masyarakat Kaltara,” ujarnya.

BPK menyampaikan terima kasih kepada DPRD dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara atas dukungan dan kerja sama selama proses pemeriksaan. Semoga capaian ini menjadi motivasi bersama untuk membangun tata kelola keuangan daerah yang semakin transparan, akuntabel, dan bermanfaat bagi masyarakat Kalimantan Utara

Di akhir sambutannya, BPK mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga semangat perbaikan dan integritas. “Kecintaan terhadap Indonesia dan bumi khatulistiwa harus diwujudkan melalui pemikiran yang jernih, kebijakan yang berpihak pada rakyat, serta karya nyata yang memberi manfaat luas bagi masyarakat,” tutup Kaban Renvaja BPK RI.

Pada kesempatan yang sama, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara menyatakan komitmen konstitusionalnya mendukung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara dalam membangun Zona Integritas menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), sebagai manifestasi nyata dari prinsip sinergi antara unsur eksekutif dan lembaga pengawasan keuangan negara dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan berorientasi pada pelayanan publik; dengan demikian, penguatan Zona Integritas dipandang sebagai instrumen strategis dalam mempercepat reformasi birokrasi serta meningkatkan legitimasi dan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan melalui pembentukan budaya kerja yang profesional, berintegritas tinggi, dan adaptif terhadap dinamika kebutuhan masyarakat.
Video Testimoni Dukungan Gubernur Kaltara kepada BPK Kaltara untuk Meraih Predikat WBBM

Editor: Tim Publikasi BPK Kaltara

Q:

Pengunjung Tanjik Online

  • 0
  • 4
  • 3
  • 390
  • 19

TANJIK HUKUM ONLINE

BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara

Kontak : hukum.kaltara@bpk.go.id

© Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia 

Free WordPress Themes, Free Android Games