Kami menginformasikan bahwa terkait pertanyaan tersebut agar memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dokumen sebagai berikut:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
Pasal 1917
Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan.
Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang sama; dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula.
Pasal 1918
Suatu putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang yang karena suatu kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya.
2. Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (“HIR”)
Penjelasan Pasal 195
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu.
Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya
Dalam hal ini
tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi
putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah
dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.
Pasal 196
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama Pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Pasal 197
Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan belum juga memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya memberi perintah dengan surat, supaya disita sekalian banyak barang-barang yang tidak tetap dan jika tidak ada, atau ternyata tidak cukup sekian banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan itu sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.
Penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri.
Apabila panitera berhalangan karena pekerjaan jabatannya atau oleh sebab yang lain, maka ia digantikan oleh seorang yang cakap atau yang dapat dipercaya, yang untuk itu ditunjukkan oleh ketua atau atas permohonan panitera oleh Kepala Daerah, dalam hal penunjukan yang menurut tersebut tadi, ketua berkuasa pula, menurut keadaan bilamana perlu ditimbangnya untuk menghemat biaya berhubung dengan jauhnya tempat penyitaan itu harus dilakukan.
Penunjukan orang itu dilakukan dengan menyebutkannya saja atau dengan mencatatnya pada surat perintah yang tersebut pada ayat pertama pasal ini.
Panitera itu atau orang yang ditunjukkan sebagai penggantinya membuat berita acara tentang pekerjaannya, dan kepada orang yang disita barangnya itu diberitahukan maksudnya, kalau ia ada hadir.
Di waktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu dan salinannya.
Saksi itu haruslah penduduk Indonesia, telah cukup umurnya 21 tahun dan terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya pada yang melakukan penyitaan itu.
Penyitaan barang yang tidak tetap kepunyaan orang yang berutang, termasuk juga dalam bilangan itu uang tunai dan surat-surat yang berharga uang dapat juga dilakukan atas barang berwujud, yang ada ditangan orang lain, akan tetapi tidak dapat dijalankan atas hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh dipergunakan menjalankan pencaharian orang yang terhukum itu.
Panitera atau orang yang ditunjuk menggantinya, menurut keadaan, dapat meninggalkan barang-barang yang tidak tetap atau sebagian dari itu dalam persimpanan orang yang barangnya disita itu, atau menyuruh membawa sebagian dari barang itu ke satu tempat persimpanan yang patut. Dalam hal pertama, maka ia memberitahukan kepada polisi desa atau polisi kampung, dan polisi itu harus menjaga, supaya jangan ada dari barang itu dilarikan. Opstal Indonesia tidak dapat dibawa ke tempat lain
3. Rechtreglement voor de Buitengewesten (“Rbg”)
Pasal 206
(1) pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat pertama dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut cara yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut.
(2) Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah hukum jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di tempat itu, maka ketua dapat minta secara tertulis perantaraan jaksa yang bersangkutan.
(3) Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua pengadilan negeri yang bersangkutan, juga jika pengadilan negeri ini ada di pulau Jawa dan Madura - ketua ini bertindak serupa jika ternyata pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya.
(4) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di Jawa dan Madura, berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat tindakan-tindakan yang dimintakan kepadanya.
(5) Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakan-tindakan yang dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya kepada pengadilan negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama.
(6) perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim.
(7) Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusan-keputusan yang telah diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua pengadilan negeri, diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama. (IR. 195.)
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU 14/1985)
Pasal 34
Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam Bab IV Bagian Keempat Undang-undang ini.
Penjelasan Pasal 45 ayat (3)
Yang dimaksudkan dengan "tidak boleh merugikan pihak yang berperkara" tersebut ayat (3) ialah tidak
menunda pelaksanaan dan tidak mengubah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU 22/2002)
Pasal 2 ayat (1)
Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah:
a. putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;
b. putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau
c. putusan kasasi.
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004)
Pasal 1 Angka 9
Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
Pasal 50
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
7. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU 48/2009)
Pasal 13
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Pasal 24
(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
(2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
Pasal 54
(1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa.
(2) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.
(3) Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.
Pasal 55
(1) Ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU 30/2014)
Pasal 18 ayat (3)
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (PP 8/2006)
Lampiran I-D
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) bertujuan untuk menginformasikan pengungkapan yang diperlukan atas laporan keuangan.
V. Pengungkapan-pengungkapan lainnya
Berisi hal-hal yang mempengaruhi laporan keuangan, antara lain:
a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan.
b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru
c) Kontijensi, yaitu suatu kondisi atau situasi yang belum memiliki kepastian pada tanggal neraca. Misalnya, jika ada tuntutan hukum yang substansial dan hasil akhirnya bisa diperkirakan. Kontijensi ini harus diungkapkan dalam catatan atas neraca.
d) Komitmen, yaitu bentuk perjanjian dengan pihak ketiga yang harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
e) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan.
f) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang harus ditanggulangi pemerintah.
g) Kejadian penting setelah tanggal neraca (subsequent event) yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkiraan yang disajikan dalam neraca.
Dengan demikian, berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Bahwa putusan hakim merupakan pernyataan tertulis yang diucapkan dalam persidangan oleh hakim sebagai pejabat negara yang berwenang, yang mengikat para pihak sebagai hukum dan memuat perintah untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan sesuai ketentuan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata jo. Pasal 13 UU 48/2009.
2. Bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 195, 196, dan 197 HIR serta Penjelasan Pasal 2 ayat (1)
UU 22/2002, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) merupakan putusan yang tidak lagi dapat dibatalkan melalui upaya hukum biasa dan oleh karenanya wajib dipatuhi serta dilaksanakan oleh para pihak.
3. Bahwa eksekusi putusan pengadilan dalam perkara perdata dilaksanakan oleh panitera dan juru sita di bawah pimpinan ketua pengadilan, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 195 ayat (1) HIR jo. Pasal 206 ayat (1) Rbg jis. Pasal 54 ayat (2) dan (3) UU 48/2009. Selanjutnya, sesuai Pasal 55 ayat (1) dan (2) UU 48/2009, ketua pengadilan berkewajiban mengawasi eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, dengan tetap mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk larangan penyitaan terhadap aset negara/daerah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 50 UU 1/2004.
4. Bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap masih dapat diajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, sepanjang didasarkan pada alasan-alasan yang ditentukan dalam Bab IV Bagian Keempat UU 14/1985, tanpa menunda eksekusi maupun mengubah isi putusan yang telah inkracht demi menjaga kepastian dan keadilan hukum bagi para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 dan Penjelasan Pasal 45 ayat (3) UU 14/1985 jo.
Pasal 24 UU 48/2009.
5. Berdasarkan Lampiran I-D PP 8/2006, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap wajib diakui sebagai kewajiban yang memengaruhi laporan keuangan dan dicatat sebagai utang kepada pihak ketiga dalam LKPD Kabupaten Tana Tidung sesuai sistem akuntansi berbasis akrual. Apabila hingga tanggal pelaporan kewajiban tersebut belum dianggarkan atau belum terdapat kepastian pengeluaran sumber daya, maka Pemerintah Daerah dapat mengungkapkannya dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) serta menganggarkannya pada tahun anggaran berikutnya.
6. Bahwa kewenangan BPK secara konstitusional terbatas pada pelaksanaan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, yang meliputi pemeriksaan keuangan, kinerja, dan tujuan tertentu, tanpa mencakup pemberian pendapat terhadap putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Namun demikian, dalam menjalankan fungsi pengawasannya, BPK tetap memastikan bahwa keputusan dan/atau tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang diperiksa tidak bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU 30/2014.
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya yang baik diucapkan terima kasih.
Disclaimer:
“Seluruh informasi yang disediakan dalam jawaban adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi”.
Peraturan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (HIR)
Rechtreglement voor de Buitengewesten (Rbg)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah
Artikel
Perkembangan Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pemerintah Pasca-Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014
Peluang Menggunakan Contempt of Court Atasi Masalah Eksekusi Putusan Perdata
Mengenai Eksekusi Putusan Perdata oleh Pihak yang Kalah
Buku
Eksekusi Putusan Perdata: Proses Eksekusi dalam Tataran Teori dan Praktik
Buku Hukum Acara Perdata
Buku HAP