Temuan BPK Terbesar di Bulungan, Dari Rp 12 Miliar, Tersisa Rp 6,8 Miliar

-Tarakan-

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Kalimantan Utara telah memeriksa laporan keuangan Pemerintah Provinsi Kaltara dan kabupaten/kota untuk tahun anggaran 2015.

Hasilnya, seperti diungkapkan Kepala BPK RI Perwakilan Kaltara Ade Iwan Ruswana, ditemukan sekira Rp 12 miliar yang harus dikembalikan ke kas negara.

Untuk Pemprov Kaltara ditemukan sekitar Rp 2 miliar dan wajib dikembalikan ke kas daerah. Sementara Bulungan senilai Rp 4,6 miliar, Malinau sekira Rp 1,9 miliar, Nunukan Rp 609 juta, Kabupaten Tana Tidung (KTT) Rp 858 juta dan Tarakan Rp 1,5 miliar.

“Total Rp 12,5 miliar dan ini harus kembali ke kas daerah. Artinya, yang berdampak finansial,” ungkap Ade dalam konferensi pers, belum lama ini.

Dari Rp 12,5 miliar itu, ditemukan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 4,1 miliar, kelebihan pembayaran Rp 678 Juta, penggunaan uang untuk kepentingan pribadi Rp 373 juta dan biaya perjalanan dinas ganda atau melebihi standar Rp 273 Juta,

Selain itu, juga ditemukan pembayaran honorarium ganda Rp 113 juta, belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan Rp 1,58 miliar, potensi kerugian mencapai Rp 351 juta, dan kekurangan penerimaan senilai Rp 4,9 miliar. Total Rp 12,5 miliar.

Menurut Ade, temuan ini bukan karena kesalahan pemprov maupun pemkab dan pemkot, melainkan pihak ketiga. Dicontohkan, seperti temuan potensi kerugian daerah yang didapat pada laporan keuangan Pemprov Kaltara, yang berasal dari denda pajak yang belum disetorkan.

“Kekurangan penerimaan adalah pajak pusat yang belum disetorkan di antaranya Rp 1,7 miliar ke kas negara, ini adalah kesalahan Bankaltim, bukan kesalahan Pemprov Kaltara karena tidak menyetorkan setiap pajak yang diterimanya ke kas negara,” ungkapnya.

Hal serupa juga ditemukan pada laporan keuangan Pemkab Bulungan seperti kesalahan administrasi dan denda karena pekerjaan selesai lewat masa kontrak. Denda tersebut ternyata harusnya masuk dalam laporan keuangan dan harus disetor ke kas negara.

Ade menegaskan bahwa pemprov maupun pemkab dan pemkot wajib mengembalikan dana tersebut ke kas, sejak menerima hasil laporan pemeriksaan (LHP).

“Sesuai aturan itu diberi waktu selama tiga bulan. Tapi kalau masih juga belum selesai, maksimal hingga 150 hari harus sudah diselesaikan,” tegasnya.

Sementara itu, penggunaan uang untuk kepentingan pribadi senilai Rp 373 juta, ternyata ditemukan di laporan keuangan Pemkab KTT. Terkait hal itu, Ade mengungkapkan pihaknya sudah menyerahkan kepada kepolisian untuk diusut karena sudah masuk ranah pidana.

Terlebih, berdasarkan informasi yang dikumpulkan, Ade mengaku bahwa uang tersebut sudah dibawa lari oleh bendaharanya entah ke mana.

“Terakhir saya koordinasi sedang diproses di Polres Bulungan,” sebutnya.

BPK RI Perwakilan Kaltara juga menyoroti pembiayaan perjalanan dinas ganda atau melebihi standar. Untuk temuan ini, pihaknya menyerahkan kepada pemerintah daerah setempat untuk menagih langsung ke PNS yang bersangkutan. Untuk poin ini, Nunukan paling banyak penggunaannya mencapai Rp 141 juta, disusul Malinau Rp 131 juta.

Namun, dari temuan tersebut, Ade mengaku beberapa pemerintah daerah sudah menyetor ke kas daerah saat proses pemeriksaan berlangsung, dengan total Rp 5,2 miliar.

Pemprov Kaltara sudah menyetor Rp 4,5 miliar yang berasal dari penerima dana hibah atau bantuan sosial yang tidak mempertangungjawabkan di akhir tahun.

Sementara pemerintah Nunukan telah mengembalikan Rp 278 juta karena kekurangan volume, Malinau Rp 73 juta karena penggunaan langsung di puskesmas sub PNBP, serta Bulungan mengembalikan Rp 404 juta.

 Sumber Berita: http://bulungan.prokal.co| 27 Juni 2016