Senin, 22 November 2021
Koran Kaltara | 11.30 WITA
TARAKAN, Koran Kaltara – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah, jika dalam Hasil Laporan Pemeriksaan (LHP) Keuangan menemukan adanya kejanggalan.
Selama ini, pemerintah provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menempati posisi tertinggi dalam melaksanakan tindaklanjut rekomendasi yang diberikan.
“Jumlah LHP dan jumlah temuan serta rekomendasi provinsi sejak 2008, walaupun BPK ada di Kaltara baru 2014, tetapi itu kita dapat limpahan dari Kalimantan Timur. Ada 6 LHP milik Pemprov Kaltara, dengan 76 temuan dalam pemeriksaan dan 152 rekomendasi. Setiap 1 temuan bisa sampai 3 rekomendasi, karena kalau ada temuan kerugian negara biasanya ada 3 rekomendasi,” terang Kepala BPK Perwakilan Kaltara, Arief Fadillah, Jumat (19/11/2021) malam lalu.
Ketiga rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah daerah, ini sesuai hasil audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Di mana ditemukan adanya kegiatan yang berpotensi merugikan negara, di antaranya, pemulihan penyetoran, sanksi, dan perbaikan sistem manejemen internal. Sehingga, jumlah temuan tidak sebanyak dengan rekomendasi yang diberikan.
“Dari enam LHPnya, untuk Provinsi Kaltara paling tinggi progresnya, yaitu 93,10 persen, posisi kedua Tarakan 90,33 persen, Nunukan 87,99 persen, Malinau 87,99 persen, Bulungan 84,19 persen, dan Kabupaten Tana Tidung ada 80,89 persen. Jadi ini menurut saya prestasi juga bagi Pemprov Kaltara. Kita sampaikan juga ke pusat bahwa Kaltara rekomendasinya sudah 93,10 persen,” ungkapnya.
Walaupun KTT menempati posisi paling bawah, Arief mengatakan, BPK tetap memberikan motivasi dan bimbingan, bahkan sudah ada pertemuan dengan Bupati KTT dengan Kepala BPK Perwakilan Kaltara, sehingga kepala daerah komitmen akan menyelesaikan tindaklanjut yang belum selesai.
“Kita siapkan diskusi khusus untuk menyelesaikan tindaklanjut ini, karena target renstra kita minimal 75 persen,” katanya.
Sedangkan untuk kerugian daerah yang terjadi karena adanya kesalahan dalam pengelolaan keuangan, pemerintah daerah telah melakukan recovery, dengan capaian paling tinggi kota Tarakan dengan 89,39 persen.
Disusul kabupaten Malinau 83,71 persen, kemudian posisi ketiga pemprov Kaltara 83,65 persen, Nunukan 80,14 persen dan KTT 45,69 persen.
“Ada yang menarik di sini, pertama angka-angka kadang tidak merefleksikan tim di lapangan. Karena saat tim melakukan pemeriksaan ada indikasi volume atau kurang pembayaran serta denda. Itu entitas cepat merespons, bahkan kalau ada indikasi pembayaran langsung disetor. Kadang proses itu nilainya lebih signifikan pada saat LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) terbit,” ungkap dia.
Sedangkan untuk angka pemulihan keuangan Tarakan sudah mencapai Rp102 miliar dari nilai kerugian Rp114 miliar, kemudian Kabupaten Bulungan Rp18 miliar dari nilai kerugian Rp28 miliar.
Selanjutnya, Nunukan mampu memulihkan keuangan hingga Rp56 miliar dari nilai kerugian Rp70 miliar, Malinau Rp43 miliar dari nilai kerugian Rp52 miliar, Tana Tidung Rp18 miliar dari nilai kerugian Rp39 miliar dan Pemprov Kaltara Rp14 miliar dari nilai kerugian Rp17 miliar.
“Teman-teman Kementerian Keuangan juga koordinasi dengan kami, maka kita sampaikan siap untuk membantu keuangan pemerintah pusat. Kita ikut menyukseskan program mereka, pertama optimalisasi aset. Jadi aset terbengkalai atau tidak terpakai itu dioptimalkan atau disewakan, sehingga menghasilkan pendapatan. Yang kedua agar daerah merecovery utang piutang, bisa ke rekanan bisa juga ke pegawai,” paparnya.
Dia menambahkan, sejauh ini BPK juga telah melakukan koordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di masing-masing daerah, apakah sudah berfungsi dengan baik. Apakah ada piutang mereka, apakah sudah diselesaikan dengan prosedur, apa tidak menyerahkan jaminan dan angsuran dan lain sebagainya.
“Karena peran TAPD ini penting dalam merecovery data itu, karena nilainya masih sangat cukup signifikan, dan ini menjadi PAD (Pendapatan Asli Daerah) juga. (*)
Reporter: Sofyan Ali Mustafa
Editor: Eddy Nugroho