70 Persen Pangan Hewani dari Luar, KTT Perlu Puskeswan

Koran Kaltara, 28 Januari 2022

TANA TIDUNG, Koran Kaltara – Kabupaten Tana Tidung (KTT) memerlukan adanya Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) untuk memeriksa kesehatan hewan ternak yang dipasok dari luar daerah.

Demikian diungkapkan Bupati Tana Tidung, Ibrahim Ali dalam keterangan resminya, Kamis (27/1/2022).

Berdasarkan hasil pertemuan dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kalimantan Utara kemarin, diketahui jika 70 persen kebutuhan daging sapi, telur dan daging ayam berasal dari luar daerah.

Sehingga, perlu ada upaya pencegahan masuknya komoditas yang berpenyakit.

“Berdasarkan data perputaran uang Bahan Asal Hewan (BAH), produksi daging sapi, telur dan daging ayam lokal hanya 30 persen, sisanya dari luar, paling banyak Berau. Sehingga perlu adanya menyusun kebijakan baru untuk membentuk Puskeswan sebagai check point atau filter barang masuk,” kata Ibrahim.

Keberadaan Puskeswan akan ditempatkan di pintu perbatasan. Selain efektif sebagai tindakan pencegahan penularan penyakit pada hewan ternak, keberadaannya juga bisa sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sebelumnya, Pelaksana Tuga (Plt) Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Tana Tidung, Rudi Api mengatakan, sejumlah kebutuhan pangan hewani memang masih disuplai dari luar daerah.

Ia mencontohkan, dari total kebutuhan daging ayam ras sebanyak 305,04 ton, produksi lokal hanya 72,64 ton.

“Jadi sekitar 232 ton masih dari luar. Ini yang secara bertahap coba kita kurangi. Kita usahakan produksi ayam lokal bisa meningkat,” ungkapnya.

Jumlah ayam yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebanyak 190.650 ekor. Namun produksi lokal baru di angka 45.400.

“Agar bisa memenuhi kekurangan 232 ton daging ayam tadi, kita perlu tambahan 145.250 ekor ayam,” imbuhnya.

Defisit kebutuhan daging memang masih menjadi tugas rumah bagi pemerintah daerah. Selain ayam, saat ini pihaknya juga mengupayakan swasembada daging sapi.

“Kalau untuk sapi kita butuh 4.000 ekor agar bisa swasembada dagingnya karena 10 persen dari populasi itu yang akan dipotong. Sekarang masih di bawah 50 persen. Tapi upaya peningkatan terus kita lakukan, salah satunya lewat inseminasi buatan dan pelatihan budidaya,”ujarnya. (*)

Reporter: Agung Riyanto
Editor: Nurul Lamunsari