Koran Kaltara, 22 Juni 2022
NUNUKAN, Koran Kaltara – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nunukan, hingga kini terus melakukan pemetaan dampak abrasi di sepanjang pantai di tiga kecamatan di Pulau Sebatik.
Kasubbid Rehabilitasi dan Rekonstruksi, BPBD Nunukan, Mulyadi mengatakan, berdasarkan hasil pemetaan hingga awal Juni 2022, ada penambahan atau pergeseran bibir pantai seluar 3 meter.
“Itu terjadi di Tanjung Aru, Sebatik Timur. Karena kita lihat, dulu jalan semenisasi yang sebelum rusak karena abrasi, saat ini sudah hilang. Artinya tergerus dia,” terangnya kepada Koran Kaltara, Rabu (22/6/2022).
Jika digabung di tiga kecamatan, panjang abrasi di bibir pantai sudah mencapai total 17 kilometer.
Mulai dari Sebatik Induk, Sebatik Timur dan Sebatik Utara. Hanya saja, diakuinya terparah abrasi terjadi di Sebatik Timur.
“Kalau tidak salah, di sana sudah ada 72 rumah yang rusak karena abrasi. Bahkan tahun lalu itu ada yang ambruk,” jelasnya.
Untuk upaya pencegahan, kata dia, saat ini sudah dilakukan perbaikan. Hanya saja untuk di Tanjung Aru belum ada perbaikan sama sekali.
“Kalau rumah warga yang rusak sudah ada kita usulkan, tapi sampai saat ini belum ada jawaban dari pusat. Kemungkinan berkasnya belum lengkap, karena ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, salah satunya status tanggap darurat, kita kan belum terkait abrasi itu,” ujarnya.
Sementara usulan anggaran tahun 2021 hingga 2020, kata dia, sebagian sudah terealisasi. Sebab, dari Rp95 miliar yang diusulkan, baru sekitar 45 persen terealisasi.
“Itu untuk penahan gelombang yang kemarin dikerjakan. Kalau infrastruktur dan lainnya belum terealisasi,” tambahnya.
Di proposal usulan, kata dia, pihaknya menambahkan kegiatan bersifat lingkungan. Seperti penanaman rumput laut lamun yang saat ini terus diupayakan.
“Kenapa rumput lamun, karena terbilang kuat menahan kuat gelombang. Posisinya dia ini berada di antara pohon mangrove dan terumbu karang,” jelasnya.
Akar dari rumput lamun ini, kata dia, berkisar 5 sampai 6 meter. Hal inilah yang bisa dilakukan untuk mencegah pergeseran tanah di bibir pantai atau abrasi. “Jadi, kehadirannya di situ sangat penting,” jelasnya.
Ditanya soal adanya galian c atau penambang pasir ilegal yang memperparah abrasi, dia tak bisa berkomentar lebih jauh lantaran bukan kewenangannya.
“Tapi, pengaruh besar itu bukan dari tambang itu saja, tapi banyak faktor. Pertama, gelombang ekstrem, tanaman kelapa sawit dan sebagainya,” tambahnya.
Kelapa sawit, kata dia, berpengaruh lantaran dapat menyerap air lebih banyak. Bahkan, satu pohon bisa sampai 20 hingga 30 liter per hari.
“Akibatnya, unsur air menipis dan membuat tanahnya menjadi labil sehingga berpotensi abrasi dan longsor,” jelasnya. (*)
Reporter: Asrin
Editor: Hariadi