Koran Kaltara, 29 Januari 2022
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Berdasarkan data yang disampaikan oleh hasil survei studi status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, menunjukkan angka stunting di Kalimantan Utara (Kaltara) berada di atas rerata nasional. Yakni lebih tinggi 3 persen, di mana stunting Kaltara sebesar 27,5 persen sedangkan rata-rata nasional 24,5 persen.
Ketua Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Kaltara Agust Suwandy mengatakan, dari lima kabupaten dan kota di Kalimantan Utara, Nunukan menjadi daerah dengan angka stunting tertinggi, sebesar 30 persen. Lalu, berturut-turut Tarakan 25,9 persen, Malinau 24,2 persen, Bulungan 22,9 persen, dan Tana Tidung 22,8 persen.
Ada banyak faktor terjadinya stunting. Menurut Agust, salah satunya masalah kemiskinan. Namun khusus di Kaltara, yang lebih menonjol adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi.
“Kalau di Kaltara, kasus stunting jika dikaitkan dengan kemiskinan tidak terlalu signifikan hubungannya. Mungkin lebih ke faktor pengetahuan gizi masyarakat. Karena kita punya potensi besar. Ikan mudah dapat, sayur mudah tanam. Kita bukan daerah gersang, tapi angka stunting cukup tinggi,” tuturnya.
Untuk itu, semua pihak perlu melakukan kerjasama memberikan edukasi kepada masyarakat. Persagi tentu punya peran penting dalam hal itu. Apalagi stunting adalah masalah kompleks untuk bisa diselesaikan bersama dengan pihak lain.
“Ini harus melibatkan lintas sektor, bukan hanya Dinas Kesehatan saja. Misalnya terkait akses pangan bergizi, itu ada Dinas Pertanian. Masalah penyakit infeksi menyebabkan banyak anak sakit karena faktor lingkungan dan akses air bersih, itu ada Dinas PU. Lalu, ada juga Disnaker, biar ekonomi keluarga baik,” terangnya.
Lebih jauh dia juga menjelaskan, langkah yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan sejak dini. Misalnya, sejak masa remaja, setiap perempuan jangan sampai menderita anemia, kurang gizi dan kurang energi kronik.
“Agar ketika nanti menjadi ibu, bisa sehat dan memiliki kehamilan yang baik dan dapat melahirkan bayi yang sehat,” sebut Agust.
Selain itu, program pemberian tablet tambah darah pada remaja untuk mencegah anemia juga harus rutin dilakukan. Hal itu, dikatakan butuh peran serta sekolah dan Dinas Pendidikan. “Karena kalau dilakukan rutin, anemia pada remaja bisa berkurang,” ujarnya.
Kemudian pada masa kehamilan, kondisi ibu yang sehat juga harus disiapkan, agar nantinya dapat melahirkan bayi yang sehat. Setelah bayi lahir, dia mengatakan, di masa inilah momen emas untuk memastikan bayi sehat dan menjadi anak yang bebas dari stunting.
“Pemberian ASI (air susu ibu) eksklusif 6 bulan, makanan pendamping ASI, makanan bergizi, dan pemantauan pertumbuhan selalu dilakukan. Lalu, kunjungan ke Posyandu dilakukan setiap bulan. Harus dilihat grafik pertumbuhan anaknya. Ketika ada penyimpangan garis pertumbuhan, bisa cepat diintervensi, tidak terlambat,” jelasnya. (*)
Reporter: Fathu Rizqil Mufid
Editor: Nurul Lamunsari