Koran Kaltara, 24 Juni 2022
TARAKAN, Koran Kaltara – Alokasi pupuk bersubsidi di Kota Tarakan tidak sebanding dengan kebutuhan petani.
Berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, kebutuhan pupuk di Tarakan setiap tahun antara 800 – 1000 ton.
Di sisi lain, pemerintah pusat memberikan kuota pupuk subsidi hanya 441 ton per tahun.
“Untuk jenis NPK (Nitrogen, Phosphat, dan Kalium) hanya 441 ton per tahun untuk Tarakan, sedangkan kebutuhan bisa mencapai 1000 ton. Pupuk subsidi di Tarakan diberikan kepada 104 kelompok tani yang ada. Bagi petani yang tidak tergabung dalam kelompok, tidak bisa membeli pupuk subsidi,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Tarakan, Elang Buana, Kamis (23/6/2022).
Dalam setiap kelompok tani, terdapat anggota antara 30 – 200 orang. Tetapi masih banyak petani yang tidak mau bergabung dalam kelompok dengan berbagai alasan.
Kelompok tani pun juga wajib mengajukan kebutuhan, untuk diakomodir di tahun berikutnya.
“Kelompok tani harus mengajukan usulan. Kalau tidak mengusulkan, tidak dapat. Dan yang terakomodir yang terdaftar di Kementerian. Kuotanya berdasarkan luasan lahan, jumlah anggota, dan kebutuhan dalam 1 tahun. Kalau ada petani yang tidak masuk kelompok, membeli pupuk nonsubsidi,” ungkapnya.
Salah satu alasan petani enggan masuk dalam kelompok penerima pupuk subsidi, karena alokasi pupuk yang terbatas.
Bahkan ada yang sampai tidak dapat, sehingga memutuskan keluar dari keanggotaan.
Harga pupuk nonsubsidi setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan.
Saat ini rata-rata Rp800 ribu untuk 1 karung ukuran 50 kilogram, padahal sebelumnya hanya Rp 600 ribu.
“Pupuk subsidi yang kita dapat jumlahnya sedikit dibandingkan dengan kebutuhan. Bahkan sekarang petani kita lebih suka dengan NPK yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan urea. Kalaupun ada pupuk urea, petani jarang mau. Padahal dulu sangat disukai petani tetapi setelah muncul NPK semua maunya pupuk ini,” urainya.
NPK merupakan pupuk majemuk mengandung unsur hara komplit yang dibutuhkan oleh tanaman.
“NPK ini jadi rebutan lima kabupaten/kota yang ada di Kaltara, karena semua petani sudah pada beralih ke NPK. Kalau (pupuk) nonsubsidi, tentu saja harganya cukup tinggi. Kalau subsidi, ada bantuan pemerintah sehingga separuh harga yang dibeli oleh petani,” ucapnya.
Untuk pendistribusian, disalurkan dari produsen ke distributor, dan agen. Kelompok tani mengajukan kuota pemerintah melalui agen.
Dinas Pertanian hanya melakukan pengawasan, mulai dari usulan dan pendistribusian.
“Kita mengawasi saja, jumlahnya dan kebutuhan serta distribusinya,” ucap Elang. (*)
Reporter: Sofyan Ali Mustafa
Editor: Nurul Lamunsari