Koran Kaltara,
Selasa, 8 Februari 2022
TARAKAN, Koran Kaltara – Berkas kasus dugaan korupsi pembebasan lahan yang melibatkan mantan Wakil Wali Kota Tarakan, KAH saat ini sudah dikirim ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kaltim di Samarinda.
Meski berkas, tersangka dan barang bukti baru dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan pekan lalu, namun kasus ini menjadi prioritas penyelesaian lantaran sudah dalam proses penyidikan cukup lama, sejak tahun 2018 lalu.
Kepala Kejari Tarakan, Adam Saimima menuturkan saat ini pihaknya tinggal menunggu penetapan waktu sidang.
Setelah dilimpahkan, Pengadilan Tipikor akan menyampaikan waktu penetapan persidangan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sedangkan terhadap lahan yang menjadi objek yang di-mark up, kata dia, sejauh ini digunakan sesuai peruntukkan awal.
Sementara untuk kerugian negara sebagaimana perhitungan BPKP, hasil pemeriksaan sementara mengarah ke KAH.
“Belum ada penggantian kerugian negara. Dari nilai Rp2,7 miliar, kerugian negara sekitar Rp567 juta,” ujarnya, saat ditemui Senin (7/2/2022).
Ia berharap pelaksanaan sidang nanti akan dilakukan secara online. Terlebih lagi saat ini di wilayah Kaltim jumlah konfirmasi kasus positif Covid-19 sedang mengalami peningkatan.
“Kami memang minta online kepada pengadilan, karena situasi Omicron (Covid-19). Tapi, kan kami tidak tahu juga, karena kewenangan ada di Pengadilan Tipikor, bagaimana penetapan pengadilan, kami menunggu saja,” tuturnya.
KAH sendiri saat ini masih menjabat sebagai anggota DPRD Kaltara. Sesuai aturan dalam MD3 terkait tindak pidana yang dalam proses di aparat penegak hukum akan disampaikan kepada gubernur sebagai kepala daerahnya.
“Waktu kami tahan malam itu (2/2/2022), langsung kami tembuskan ke Ketua DPRD Kaltara dan gubernur. Kan kami tahannya malam, langsung kamu serahkan suratnya,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, setelah ditetapkan tersangka tahun 2018, penyidikan kasus dugaan mark up pembebasan lahan fasilitas kantor Kelurahan Karang Rejo dari APBD Tarakan Tahun 2014-2015 memasuki babak baru.
Ketiga tersangka, yakni KAH; kemudian HY, sebagai orang yang namanya digunakan dalam proses pengadaan lahan; dan SD, yang merupakan tim penilai dari KJPP Aditya Iskandar dilakukan penahanan setelah kasusnya tahap 2 di Kejaksaan Negeri Tarakan.
Ketiga tersangka diduga melakukan mark up nilai lahan. Dari nilai pagu anggaran pengadaan tanah sekitar Rp2 miliar, berdasarkan perhitungan BPKP untuk nilai kerugian negara Rp500 juta.
Kasus ini sempat dilimpahkan ke Dit Reskrimsus Polda Kaltara, namun diserahkan kembali ke Sat Reskrim Polres Tarakan tahun 2020. (*)