Koran Kaltara,
Jum’at, 18 Februari 2022
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Neraca perdagangan luar negeri Kalimantan Utara tercatat dalam kondisi yang positif sepanjang tahun 2021. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltara, neraca perdagangan luar negeri mengalami surplus USD1,58 miliar. Atau setara dengan Rp22,67 triliun (Mengacu Kurs Tengah BI 17/2 : Rp14.278).
Neraca perdagangan yang surplus menandakan kinerja ekspor lebih tinggi dibandingkan impor yang masuk. Dalam konteks tertentu, hal ini menjadi sinyal positif perekonomian daerah. Yakni jika komoditas ekspor didominasi produk olahan yang menyerap banyak tenaga kerja.
Dibandingkan tahun 2020, surplus neraca perdagangan mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Mengingat di tahun sebelumnya hanya di angka USD862,13 juta (Rp12,30 triliun). Faktor kenaikan yang signifikan ini adalah peningkatan kinerja ekspor yang jauh melampau peningkatan impor.
Pada tahun 2020, kinerja ekspor melalui pelabuhan di Kaltara berada di angka USD945,52 juta (Rp13,50 triliun). Kemudian pada tahun 2021 meningkat menjadi USD1,69 miliar (Rp24,11 triliun). Sementara itu, impor yang masuk ke Kaltara pada tahun 2020 sebesar USD83,39 juta (Rp1,19 triliun). Kemudian pada tahun 2021 hanya meningkat menjadi USD106,3 juta (Rp1,51 triliun).
Koordinator Fungsi Statistik Distribusi pada BPS Kaltara, Panca Oktavianti mengatakan, surplus neraca perdagangan membuat Kaltara mendapatkan nilai pendapatan yang lebih besar. Di samping itu, juga berdampak positif terhadap indikator makro ekonomi daerah.
“Dengan terjadinya surplus balance of trade berpengaruh terhadap perekonomian. Karena dengan meningkatnya ekspor berpengaruh pada permintaan produk domestik. Itu akan membuat perusahaan bisa menciptakan lebih banyak tenaga kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi,” jabarnya.
Panca memprediksi jika neraca perdagangan akan tetap surplus tahun ini. Hal itu disebabkan kinerja ekspor batu bara yang diperkirakan tetap jauh melampaui nominal impor sebagaimana pola historisnya.
“Kaltara senantiasa mengalami surplus neraca perdagangan setiap tahunnya. Besarnya nominal ekspor batu bara sangat berpengaruh dalam menjaga kondisi itu,” pungkasnya.
Tambang Tetap Mendominasi
HASIL tambang tetap mendominasi komoditas ekspor Kalimantan Utara pada tahun 2021. Dari seluruh nominal ekspor Kaltara melalui pelabuhan di dalam daerah yang mencapai USD1,62 miliar (Rp23,15 triliun), hasil tambang yang didominasi batu bara memberi kontribusi hingga 89,20 persen. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan kontribusi hasil industri sebesar 9,02 persen dan hasil pertanian sebesar 1,77 persen.
Secara spesifik, ekspor hasil tambang pada tahun 2021 juga meningkat hingga 95,45 persen. Atau dari USD740,18 juta (Rp10,56 triliun) menjadi USD1,44 miliar (Rp20,56 triliun). Kenaikan yang signifikan turut menjadi penguat kontribusi ekspor dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala Seksi Ekspor dan Impor pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Kaltara, Hidayat, tidak menampik jika pertambangan masih jadi tumpuan utama ekspor daerah. Hal ini tidak terlepas dari cadangan batu bara yang masih melimpah hingga saat ini.
“Ekspor kita terbesar memang batu bara sampai saat ini. Hampir semua daerah di Kalimantan begitu, tidak hanya Kaltara saja,” kata Hidayat, Kamis (17/2/2022).
Kendati demikian, pemerintah daerah terus berupaya mendorong adanya diversifikasi komoditas ekspor. Khususnya yang berasal dari sumber daya alam berkelanjutan dan tidak dijual secara mentah. Sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk tersebut.
“Dari pemerintah memang sudah mendorong adanya produk baru, karena ketika batu bara tidak lagi bisa diekspor, kita sudah ada cadangan atau penggantinya. Diutamakan memang yang sifatnya produk olahan, jadi menyerap banyak tenaga kerja juga,” paparnya.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kaltara, Tedy Arief Budiman dalam Laporan Perekonomian Provinsi Periode November 2021, telah memprediksi jika batu bara akan kembali menjadi motor penggerak utama peningkatan ekspor tahun lalu.
Secara umum, hal ini dipicu kenaikan kuota ekspor batu bara Kaltara sebesar 6,25 persen pada tahun 2021. Hal ini sejalan dengan peningkatan permintaan ekspor untuk tahun lalu. Kemudian ditambah adanya new order batu bara dari India yang baru akan mulai pengiriman pada akhir triwulan IV kemarin.
Namun demikian, Tedy mengingatkan agar stakeholder terkait perlu memberi perhatian terhadap risiko koreksi harga maupun penurunan demand (permintaan) dari Tiongkok selaku salah satu negara importir batubara utama di dunia.
Hal ini dikarenakan telah disepakatinya penghentian pembiayaan pertambangan oleh negara G7 pada awal 2022 mendatang. Selain itu, risiko yang terjadi juga disebabkan adanya pernyataan dari Presiden Xi Jin Ping yang akan mengurangi penggunaan batubara di negaranya.(*)
Reporter: Agung Riyanto
Editor: Nurul Lamunsari