Koran Kaltara, 28 Januari 2022
TARAKAN, Koran Kaltara – Sejak menjadi sentra budidaya rumput laut, Kelurahan Pantai Amal menjadi salah satu daerah tujuan mencari rezeki. Tidak terkecuali ditemukan banyak pendatang dari luar Tarakan seperti Sulawesi maupun Jawa.
Namun karena kesibukan bekerja sebagai buruh rumput laut, maupun pembudidaya, membuat para pendatang tidak sempat mengurus administrasi kependudukan (Adminduk). Seperti kartu tanda penduduk (KTP) maupun kartu keluarga (KK).
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu menjadi calo pembuatan Adminduk dengan biaya mencapai Rp1,5 juta sekali buat. Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara warga Pantai Amal, dengan Dinas Kependudukan, dan Catatan Sipil (Disdukcapil) yang difasilitasi Komisi I DPRD Tarakan, Kamis (27/1/2022).
Menurut Koordinator perwakilan warga Pantai Amal, Makmur, bahwa warga sulit mendapatkan identitas diri di Tarakan. Kalaupun minta tolong, banyak oknum nakal yang biasanya meminta imbalan untuk mendapatkan KTP, KK, dan Adminduk lainnya.
“Ada sekitar 6000 jiwa pendatang dari Sulawesi dan Jawa di sana yang belum memiliki KTP Tarakan. Rata-rata mereka sibuk dengan pekerjaanya masing-masing sehingga pada saat membutuhkan, baru mereka mengurus ke sana ke mari. Terutama saat pendaftaran sekolah baru,” ungkap Makmur.
Karena ketidaktahuan cara mengurus, tak jarang warga akhirnya menggunakan jasa perantara untuk mengurus Adminduk dengan imbalan hingga jutaan rupiah. Karena ada yang tidak mampu, akhirnya banyak yang tidak mengurus domisili. Bahkan ada yang sampai 10 tahun, namun belum menjadi warga Tarakan.
“Saya sebagai warga Pantai Amal, berkoordinasi dengan Disdukcapil untuk melakukan perbaikan. Karena adanya calo yang mewajibkan membayar Rp1,5 juta. Oleh karena itu, kita minta hearing bersama DPRD,” ucapnya.
Dalam RDP, Kepala Disdukcapil Kota Tarakan, Hamsyah, mengajak warga pantai amal untuk jalan-jalan ke kantornya yang berada di Gedung Gabungan Dinas (Gadis) satu Jalan Jenderal Sudirman. Untuk mendapatkan sosialisasi mendapatkan pelayanan Adminduk secara gratis dan mudah.
“Kalau karena sibuk pekerjaan, masih bisa online. Kalau tidak bisa online, masih bisa datangi Ketua RT-nya. Memang, rata-rata warga pantai amal merupakan pendatang dari daerah lain. Sehingga harus ada surat pindah dari daerah asal,” ungkapnya.
Jika dari daerah asal sudah pernah melakukan perekaman data biometric seperti sidik jari, retina mata, dan tanda tangan, warga bersangkutan tidak bisa melakukan perekaman di Tarakan.
“Harus pakai surat pindah. Kalau belum pernah melakukan perekaman data, bisa dilakukan di sini. Semua gratis pelayanan di Disdukcapil. Kalau ada oknum yang bermain, sanksinya berat. Apalagi pegawai, bisa dipecat. Oleh karena itu jangan menggunakan calo. Karena kalau pakau calo, tidak mungkin tidak minta duit,” urainya.
Ketua Komisi I DPRD Tarakan, Saifulloh menambahkan, perlu adanya sosialisasi yang gencar terhadap masyarakat. Bukan hanya kepada warga Pantai Amal. Karena kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di satu kelurahan, tetapi hampir menyeluruh.
“Harus melakukan sosialisasi kembali di tingkat RT, kelurahan, dan kecamatan terkait pelayanan Adminduk. Karena masih ada warga yang mengurusnya secara berjenjang mulai dari RT, Kelurahan, Kecamatan, baru ke Disdukcapil. Padahal itu tidak berlaku lagi,” urainya.
Kejadian ini menjadi bahan evaluasi terkait pelayanan publik, bahwa masih ada celah orang tidak bertanggungjawab untuk mendapatkan keuntungan, yang sebenarnya masuk dalam kategori pungutan liar (pungli). Oleh karena itu, praktik seperti itu harus diberantas supaya masyarakat mendapatkan pelayanan secara prima. (*)
Reporter: Sofyan Ali Mustafa
Editor: Nurul Lamunsari