Sarang Walet jadi Penopang Perekonomian Masyarakat

Koran Kaltara, 10 November 2021

TANA TIDUNG, Koran Kaltara – Pemerintah Kabupaten Tana Tidung melalui Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan melaksanakan Pelatihan Budidaya Sarang Walet pada awal pekan ini, Senin (8/11/2021).

Bupati Tana Tidung, Ibrahim Ali mengatakan, pakar budidaya walet dihadirkan dalam kesempatan tersebut, sehingga ia meminta agar peserta pelatihan bisa fokus mempelajari materi yang diberikan.
“Ilmu ini jarang diperoleh, karena ahlinya atau pakarnya yang dihadirkan. Jadi saya tadi minta agar peternak walet fokus mengikutinya,” kata Ibrahim saat diwawancara usai pembukaan.
Lanjut dia, pemerintah berencana memberikan penyertaan modal kepada peternak walet. Selain itu, pemerintah juga sedang mempelajari mekanisme dan alur budidaya sampai tahap ekspor.
Adanya dukungan ini dilatarbelakangi potensi sarang burung walet yang begitu besar di Tana Tidung. Sehingga perlu ada pengelolaan terpadu agar hasilnya lebih optimal.
“Jadi ada dampaknya juga ke PAD kita. Apalagi sarang walet terbesar di Kaltara ada di Tana Tidung. Di lima kecamatan yang ada, mungkin lebih banyak rumah waletnya dibanding rumah warga,” seloroh Bupati.
Geliat bisnis walet dinilai turut menggerakkan perekonomian masyarakat secara langsung. Banyak pekerja yang dapat terserap dalam kegiatan operasional di dalamnya.
“Mesin pencabut bulu di sarang walet tidak ada sampai sekarang, jadi pencabutan harus manual, pakai pinset. Sehingga tidak menutup kemungkinan membuka lapangan kerja bagi masyarakat,” jelasnya.
Ibrahim menjelaskan, ia pernah berdiskusi dengan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga perihal potensi budidaya sarang walet di Tana Tidung. Wamendag memberi respons bagus perihal itu.
“Beliau sampaikan jika serius akan membantu kita, utamanya membuka akses perluasan ekspor,” kata Ibrahim.
Saat ini negara tujuan ekspor sarang burung walet masih China. Namun sempat ada kendala di tahun 2019 yang mengharuskan adanya target pasar alternatif.
“Ekspor selama ini ke China dikatakan agak ribet. Info dari karantina pertanian, sejak tahun 2019 banyak yang tidak haul (terangkut). Tapi kan bukan China saja yang makan ini, masih ada Australia dan yang lain,” paparnya. (*)
Reporter: Agung Riyanto
Editor: Nurul Lamunsari