Koran Kaltara, 1 Juli 2022
NUNUKAN, Koran Kaltara – Hingga saat ini, kasus penambangan pasir ilegal menggunakan alat berat di Sei Batang, Sebatik, masih ditangani Sat Reskrim Polres Nunukan.
Bahkan, satu alat berat yang sempat viral itu telah diamankan di Polsek Sebatik Timur, sejak beberapa hari lalu.
Kanit Lidik 2 (Tipidter) Satreskrim Polres Nunukan, Andre mengungkapkan dalam waktu dekat ini akan mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan ditembuskan ke Kejaksaan.
“Intinya sudah memenuhi unsur dan proses masih berjalan. Nah, kalau sudah keluar SPDP-nya, baru kita keluarkan atau masuk penetapan tersangka,” bebernya.
Mengenai apakah ada alat berat lainnya selain satu unit eskavator yang diamankan di Polsek Sebatik Timur, ditegaskannya sudah tidak ada lagi.
“Sebenarnya, satu saja alat beratnya. Itu pun baru dia gunakan setengah jam sebelum viral di media sosial. Nah, yang lainnya itu, masih gunakan manual,” bebernya.
Soal pasal yang nantinya dikenakan, kata dia, tentang UU Minerba. “Tapi kan belum sampai di situ. Kita tunggu saja SPDP-nya keluar,” ujarnya.
Sebelumnya, kasus penambangan pasir ilegal di Pulau Sebatik kembali menjadi sorotan masyarakat.
Pasalnya, tambang pasir yang pernah ditutup itu kembali beroperasi, bahkan menggunakan alat berat untuk mengeruk pasir laut tersebut.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Nunukan Dapil Sebatik, Hamsing mengatakan, persoalan ini sebelumnya sudah diserahkan kepada instansi terkait, bahkan sudah terbentuk tim.
Dia mengaku sampai saat ini belum ada solusi terkait penambangan pasir di Sebatik. Sebab, hal tersebut menjadi dilema antara kebutuhan dan larangan.
“Kita pikir bagaimana proses pembangunan masyarakat tetap jalan, kalau tidak ada pasir mereka mau mengambil dimana. Memang ada pasir yang didatangkan dari luar daerah, tapi itu belum mampu memenuhi permintaan masyarakat,” ungkapnya.
Belum lagi, kata dia, harga pasir dari luar daerah lebih mahal dua kali lipat dibanding pasir lokal dari tambang pasir ilegal di Sebatik.
Namun begitu, dia sangat menyesalkan adanya alat berat yang diturunkan untuk mengeruk pasir. Menurut dia, perbuatan ini harus mendapatkan tindak tegas sebagai efek jera.
“Karena, kesannya gunakan alat berat itu, seakan-akan kita main-main. Penambang tradisional yang menggunakan sekop dan gerobak saja dilarang, ini malah pakai alat berat. Jadi, masyarakat melihat seperti tidak ada tindakan,” jelasnya.
Terlepas dari itu, untuk penambang tradisional juga seharusnya diberikan kebijakan seperti membatasi pengambilanya. Misal, sehari bisa satu atau dua truk. (*)
Reporter: Asrin
Editor: Hariadi