Koran Kaltara, 23 Januari 2022
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Tugu Lima yang merupakan tanda lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Kayan, seperti terabaikan.
Tiang kayu ulin berukiran khas dayak, dengan panjang sekitar 20 meter, yang di ujung tiang dilengkapi ukiran burung enggang itu, hingga kini masih berdiri tegak di Desa Muara Pangean.
Namun sayang, karena tidak ada juga tanda dilanjutkannya pembangunan, tugu itu kini menjadi terbengkelai. Bahkan hampir sekelilingnya dipenuhi semak belukar.
Tugu Lima didirikan saat dilakukan groundbreaking proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pada 2014 lalu.
Pantauan di lapangan, tak ada kegiatan di lokasi tersebut, meski saat ini sudah ada dermaga kecil terbuat dari kayu.
Sementara di sekitar lokasi nampak empat kontainer berwarna biru yang diketahui sebagai tempat penyimpanan bahan bakar minyak.
Kemudian ada satu kontainer di posisi berbeda yang digunakan sebagai tempat beristirahat oleh petugas jaga.
Selain itu, juga ada satu rumah kayu kecil yang terlihat juga masih baru. “Itu juga untuk penyimpanan bahan bakar,” kata Lehan, petugas jaga di lokasi.
Bukan hanya itu, tepat di sisi kiri tugu lima, saat ini sudah ada papan informasi kegiatan konstruksi terbuat dari bahan seng.
Papan informasi ini masih seperti baru, tulisan masih sangat jelas berisikan keterangan beberapa izin yang telah dimiliki.
Ada tiga izin yang disebutkan yakni, SK Bupati Bulungan tentang Izin Lokasi, Nomor 65/K-I/100/2012, kemudian SK Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Nomor 23/I/IPPKH/PMA/2015.
Serta SK kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat, tentang izin pelaksanaan konstruksi nomor SA.04.03-Mn/I227.
Selain itu, oleh PT. KHE sebagai pengembang juga menyebutkan sedang dilakukan pembangunan fisik gudang bahan peledak (Handak).
Informasi di lapangan, pembangunan gudang handak baru dimulai April 2021 lalu.
Lokasi handak, tak jauh dari tugu lima, melalui jalan yang baru dibuka, masih berbentuk agregat, dan beberapa titik yang lain masih berupa jalan tanah.
Agar bisa menuju lokasi gudang, bisa melalui jalan tersebut menggunakan kendaraan roda empat atau alat berat, atau menggunakan perahu melewati sungai Pangean.
Perlu waktu sekitar 10 menit berjalan kaki, jika menggunakan perahu setelah singgah di dermaga yang hanya mengandalkan pijakan dari akar pohon di pinggir sungai.
Di gudang handak, ada sekitar 7 buah kontainer berwarna biru, sebuah ekskavator yang sedang memindahkan material tanah, dan sejumlah pekerja.
Dari beberapa bangunan yang ada di lokasi, belum terlihat bentuk fisik dari gudang handak yang kerap disebut PT KHE tengah dalam proses pembangunan.
Terkait handak, sebelumnya, Direktur Operasional PT KHE, Khaeroni menjelaskan, pembangunan handak sudah dilakukan, meskipun belum selesai.
Masih ada aksesoris yang perlu dilakukan, karena posisi gudang di dalam. Sehingga, banyak beranggapan pihaknya tak melakukan kegiatan apa-apa.
“Jalan dari tugu lima ke lokasi handak sekitar 4,2 kilometer, pembebasan lahan jalan itu sudah 100 persen. Gudang juga sudah hampir selesai tinggal melengkapi seperti hydrant untuk pemadam kebakaran, cctv dan lain-lain saat ini masih tahap pemasangan,” ujarnya.
Jika itu sudah selesai, baru kemudian bisa diproses perizinanya melalui kepolisian. Ia mengungkapkan, kontainer yang ada di tugu lima bukan bagian dari gudang, tetapi hanya sebagai pos jaga.
“Itu juga sebagai office lapanganlah, kalau gudang itu cukup jauh. Luas gudang itu sekitar 10 hektare lebih, ada banyak gudang nanti di sana. Seperti gudang detonator, gudang ammonia nitrat, dan juga gudang untuk tempat mencampur bahan kimia untuk peledakan,” ungkapnya.
Ia menegaskan, gudang sifatnya tertutup, nantinya akan dipagar karena kawasan berbahaya maka diamankan.
Informasi dihimpun di lapangan, PT. KHE juga masih memproses pembebasan lahan untuk pembukaan jalan dari tugu lima menuju jalan umum.
Kawasan tersebut melintasi lahan perkebunan, dan juga masyarakat Desa Long peso maupun Desa Muara Pangean.
“Lahannya belum tuntas kalau untuk jalan, kami juga masih belum ada kesepakatan,” kata Kepala Desa Long Peso, Pulinop Jaui ketika ditemui di kediamannya, Jum’at (21/1/2022).
Jika belum dituntaskan, maka pembangunan jalan belum bisa dilakukan. Dia mengungkapkan, terkait itu sudah sempat dilakukan rapat bersama, namun belum menemui kesepakatan terutama untuk harga ganti untung lahan.
Harga pembebasan sempat ditawarkan masyarakat Rp250 ribu per meter persegi. Pihak perusahaan tidak menyanggupi permintaan masyarakat tersebut.
“PT KHE, juga sempat menawarkan dua skema ganti untung, yakni dengan harga untuk pembebasan lahan Rp3 ribu per meter persegi, tanpa ada hitungan ganti rugi tanam tumbuh dan harga pembebasan Rp2 ribu per meter persegi, tapi tanam tumbuhnya dihitung sendiri,” bebernya. (*)