Koran Kaltara, 15 Juli 2022
TANJUNG SELOR, Koran Kaltara – Salah satu aspirasi dari Kalimantan Utara (Kaltara) yang belum bisa direalisasikan adalah usulan pemekaran daerah.
Kendala utama pengusulan daerah otonomi baru (DOB) saat ini, karena masih diberlakukannya moratorium.
Hingga saat ini, Kaltara telah mengusulkan lima daerah pemekaran. Mulai dari calon DOB Bumi Daya Perbatasan, Krayan, Sebatik, Apau Kayan, termasuk Tanjung Selor hingga saat ini belum ada kelanjutan.
Ketua Presidium Pemekaran Kota Tanjung Selor, Achmad Djufrie mengatakan, DOB harus tetap menjadi prioritas.
Hanya saja, ia menyebut sejauh ini belum ada langkah konkret dari pemerintah daerah, baik provinsi maupun Kabupaten Bulungan.
Padahal, dengan adanya otonomi khusus dengan mekarnya daerah di Papua, merupakan lampu hijau bagi Kaltara.
“Ini sebenarnya lampu hijau untuk kita di Kaltara. Dengan catatan, masyarakat kita, terutama pemerintah kabupaten dan provinsi peduli tentang pemekaran wilayah dengan tindakan. Bukan komentar, tapi tindakan, bukti riil. Riilnya bagaimana? kita harus melakukan pemekaran-pemekaran di tiap kelurahan dan kecamatan,” ujar Djufrie, ditemui Selasa (12/7/2022).
Meski masih moratorium, namun upaya mendorong agar Kaltara mendapat perhatian perlu terus dilakukan.
Dia berharap, setidaknya kepala daerah, baik gubernur maupun bupati, berinisiatif melaksanakan pertemuan untuk kembali melangkah ke pemerintah pusat.
“Kalau cuma retorika saja mendukung, gubernur mendukung pemekaran, bupati begitu, tapi tidak ada riilnya, tidak akan terjadi. Tidak akan terbukti. Sampai saat ini tidak ada perkembangan terutama pemekaran desa maupun kelurahan terutama di Tanjung Selor,” tuturnya.
Menurutnya, salah satu keseriusan yang harusnya ditunjukkan pemerintah adalah mengalokasikan anggaran.
Sehingga, ada gerakan yang konkret bisa dilakukan, khususnya mempersiapkan syarat untuk menjadi sebuah DOB.
“Komunikasi kita menyampaikan bahwa memang aturan moratorium memang ada. Tapi moratorium itu bisa dibuka dengan pengecualian, contoh Papua. Papua melakukan pemekaran dengan kepentingan khusus. Dulu, 2019 Gubernur Irianto mengajak kita ke Kemendagri untuk mendesak itu, cuma lanjutannya tidak ada lagi. Jadi, kita juga ajukan dulu anggaran Rp700 juta, ternyata anggaran itu sudah dihilangkan,” bebernya.
Padahal menurut Djufrie, Kaltara setidaknya telah memenuhi indikator untuk mendapat pengecualian pemekaran. Misalnya, sebagai daerah perbatasan, kemudian wilayah KSN (kawasan strategis nasional).
Terlebih Tanjung Selor yang masih berstatus kecamatan merupakan ibukota provinsi.
“Ibukota provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2012, jelas bahwa Provinsi Kaltara beribukota di Tanjung Selor,” tambahnya. (*)
Reporter: Fathu Rizqil Mufid
Editor: Nurul Lamunsari